Oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk, M. Pd
Ka SMPK Frateran Ndao
Pengantar
“Kurikulum berubah, tidak otomatis kualitas pendidikan meningkat. Namun, jika kualitas guru meningkat, kualitas pendidikan pasti meningkat, itu kuncinya”.
“Jika ingin mengubah dunia, mulailah dengan mengubah diri sendiri.” – Ki Hajar Dewantara. Sekolah penggerak adalah sekolah idaman, dan harapan, mengapa? Sebab pada sekolah penggerak, semua mengidamkan dan mengharapkan bahwa seluruh ekosistem, khususnya para pembelajar: ada, “hidup”, dan bergerak, tergerak dan menggerakan. Itu artinya pada sekolah penggerak ada interaksi take and give, diantara para pembelajar, Dan muara dari interaksi itu adalah perubahan sikap sebagai buah dari hasil belajar. Jika seseorang mengatakan bahwa dia belajar, tetapi tidak menunjukkan adanya perubahan sikap, maka sesungguhnya dia tidak belajar.
Oleh karena itu, sekolah penggerak bisa menjadi sebuah harapan untuk mewujudkan perubahan itu. Mengapa? Karena, sekolah penggerak berusaha untuk menciptakan dan melahirkan profil pelajar pancasila, yakni pelajar pancasila yang cerdas dan berkarakter baik. Dan roh dari sekolah penggerak adalah semua ekosistem saling bergerak, tergerak dan saling menggerakan, namun bukan bergerak mundur atau bergerak ditempat, melainkan bergerak maju, demi meningkatkan kualitas pendidikan yang tercermin melalui terciptanya profil pelajar pancasila.
A. Latar Belakang Istilah sekolah penggerak muncul, seiring dengan di launchingnya episode merdeka belajar 7, yakni program sekolah penggerak di Jakarta, pada Senin 01/02/2021. Program Sekolah Penggerak merupakan upaya untuk mendorong satuan pendidikan melakukan transformasi diri untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, kemudian melakukan pengimbasan ke sekolah lain untuk melakukan peningkatan mutu serupa. Dieja lebih jauh bahwa sekolah penggerak memiliki goal setting, yakni mewujudkan visi pendidikan Indonesia, yaitu mewujudkan indonesia maju, berdaulat, mandiri, dan berkepribadian, melalui terciptanya profil pelajar pancasila. Dan untuk mewujudkan visi tersebut, maka perlu adanya instrumen berupa Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM), melalui kegiatan intra kurikuler, ko kurikuler dan ekstra kurikuler. Kegiatan Intrakurikuler merupakan Kegiatan Belajar Mengajar yang dilaksanakan sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Adapun mata pelajaran yang diberikan dalam proses kegiatan pembelajaran kegiatan intra kurikuler, bersifat wajib untuk diikuti semua peserta didik. Sedangkan kegiatan ko kurikuler adalah kegiatan pembelajaran peserta didik yang dilaksanakan untuk penguatan, pendalaman, dan / atau pengayaan mata pelajaran yang telah dipelajari dalam kegiatan intra kurikuler di kelas.
Kegiatan ko kurikuler kurikulum merdeka diimplementasikan melalui kegiatan P5, mengacu kepada Kepmendikbudristek No.56/M/2022, bahwa P5 merupakan ko kurikuler berbasis projek untuk menguatkan pencapaian kompetensi dan karakter, yang disusun berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Lalu, kegiatan ekstra kurikuler atau ekskul adalah kegiatan tambahan yang dilakukan di luar jam pelajaran, yang dilakukan baik di sekolah atau di luar sekolah, dengan tujuan untuk mendapatkan tambahan pengetahuan, keterampilan dan wawasan, serta membantu membentuk karakter peserta didik sesuai dengan minat dan bakat masing. Jadi, melalui kegiatan intra, ko dan ekstra kurikuler, profil pelajar pancasila dapat bertumbuh dan berkembang atau dapat terinternalisasi dan terpatri. B. Definisi Sekolah Penggerak Etimologi Sekolah Kata sekolah atau “school” berasal dari bahasa Yunani “skhole” yang artinya “free time” (waktu senggang). Kata ini juga mencakup pengertian “dengan cara apa waktu luang dimanfaatkan.” Kata sekolah juga diserap ke dalam bahasa Latin, scola, menjadi bermakna tempat atau institusi yang memberikan pengajaran dalam bidang tertentu. Dan sampai saat ini pun, arti sekolah semakin jauh dari makna aslinya, terlebih sekolah tidak hanya sebagai tempat mendapatkan ilmu atau pengajaran, tetapi diperketat dengan sistem-sistem yang kurang memberi kebebasan dalam belajar. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, ada secercah harapan dengan diimplementasikannya kurikulum merdeka, pada sekolah penggerak. Konsep kurikulum merdeka adalah guru dan peserta didik, memiliki kemerdekaan dalam berpikir, kemerdekaan dalam mengekspresikan dan mengeksplorasi diri melalui kegiatan belajar mengajar, untuk lebih kreatif dan inovatif. Itu artinya guru dan peserta didik akan diberi ruang dan panggung yang seluas luas untuk merancang atau mendesaign bersama pembelajaran. Jadi, dengan kurikulum merdeka, sesungguhnya guru dan peserta didik lebih merdeka dalam kegiatan belajar mengajar. Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam, di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Apalagi materi pembelajaran lebih ke materi esensial atau materi dasar atau materi penting atau materi pokok, yang perlu dipahami atau dikuasai oleh peserta didik. Dan jikalau guru dan peserta didik merasa tidak merdeka, maka bisa jadi guru dan peserta didik, tidak bisa beradaptasi dengan perubahan, yang terjadi dalam dunia pendidikkan. Dan perubahan itu, dimulai dengan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) pada sekolah penggerak. Namun, yang perlu dipahami bahwa kurikulum merdeka hanyalah salah satu opsi dari dua kurikulum sebelumnya, yakni kurikulum Nasional 2013 dan kurikulum darurat di masa covid 19. Dan karena hanya sebagai salah satu opsi, maka tidak ada pemaksaan terhadap IKM ini. Oleh karena itu dipersilahkan satuan pendidikan untuk boleh memilih mengikuti atau tidak, sangat tergantung dari kesiapan infrastruktur di satuan pendidikan. Dan saat ini, IKM sedang di uji cobakan pada ribuan sekolah penggerak, pada angkatan 1, 2 dan 3, sampai dengan tahun 2024/2025. Dan untuk saat ini, IKM tidak hanya diimplementasikan pada sekolah penggerak, melainkan juga pada sekolah yang bukan sekolah penggerak, melalui jalur mandiri, yakni: mandiri belajar, mandiri berubah dan mandiri berbagi, berdasarkan berdasarkan SE GTK, kemdikbud No. 1919/B1.B5/GT. 01.03/2022 tertanggal 19 April 2022 maupun SE GTK kemdikbud No. 2774/H.H1/KR/2022 tentang Implementasi
Kurikulum Merdeka (IKM) secara mandiri tahun ajaran 2022/2023 tertanggal 28 Juni 2022 dinyatakan bahwa perbedaan IKM Mandiri Belajar, IKM mandiri Berubah dan IKM mandiri berbagi adalah:. Pertama: Implementasi Kurikulum Merdeka jalur mandiri belajar, yakni Kepala Sekolah dan Guru menerapkan komponen atau prinsip kurikulum merdeka, dengan tetap menggunakan kurikulum satuan pendidikan yang sedang diterapkan (Kurikulum tahun 2013, Kurikulum Darurat). Kedua: Implementasi Kurikulum Merdeka jalur mandiri berubah: Kepala Sekolah dan Guru mulai tahun ajaran 2022/2023 menerapkan kurikulum merdeka dengan menggunakan perangkat ajar yang disediakan pada satuan PAUD, kelas 1, kelas 4, kelas 7 atau kelas 10. Ketiga: Implementasi Kurikulum Merdeka jalur Mandiri Berbagi: Kepala Sekolah dan Guru dalam tahun ajaran 2022/2023 menerapkan kurikulum merdeka dengan melakukan pengembangan sendiri berbagai perangkat ajar pada satuan PAUD, kelas 1, kelas 4, kelas 7 atau kelas 10. Kurang lebih selama 3 tahun sampai 2024, IKM pada sekolah penggerak dan jalur mandiri akan dievaluasi secara nasional. Jika dari hasil evaluasi IKM, ternyata kurikulum merdeka lebih efektif dan menjawabi kebutuhan peserta didik dan dunia kerja, maka kurikulum merdeka yang dilaksanakan di sekolah penggerak dan jalur mandiri, akan ditetapkan sebagai kurikulum nasional, menggantikan kurikulum nasional 2013. Terkait sekolah penggerak, maka pertanyaannya adalah apa itu sekolah penggerak, lalu mengapa disebut sekolah penggerak; Dan apa tujuan sekolah penggerak, sasaran serta kriteria sekolah penggerak serta manfaat mengikuti sekolah penggerak? Sekolah penggerak adalah sekolah yang berfokus pada pengembangan hasil belajar peserta didik secara holistik, yang mencakup kompetensi (literasi dan numerasi) dan karakter, diawali dengan SDM yang unggul (kepala sekolah dan guru). Jadi, untuk dapat mengembangkan hasil belajar peserta didik, maka syarat utamanya adalah kepala sekolah, dan guru harus unggul. Mengapa?Sebab, kalau tidak unggul tidak mungkin bisa menggerakan semua ekosistem yang ada di satuan pendidikkan. Dan jika kepala sekolah dan guru unggul, maka para peserta didik juga pasti unggul. Namun, yang perlu dingat dan dipahami, adalah bahwa unggul itu, tidak selamanya diukur dengan angka (kuantitatif), melainkan juga diukur secara kualitatif. Dan dalam konteks implementasi program sekolah penggerak, yang saat ini baru memasuki tahun kedua, maka masyarakat tentunya belum bisa mengukur ataupun menilai kualitas output peserta didik dari sekolah penggerak. Namun,demikian, setidaknya harus ada perubahan mindset ataupun perubahan sikap (attitude) dan perubahan perilaku (behavior), perubahan tutur kata (speech) dan perubahan tindakan (action) warga sekolah, dibandingkan dengan sekolah yang bukan sekolah penggerak. Artinya bahwa sekolah yang berlabel penggerak harus bisa tampil beda yang positif, dalam semua aspek kehidupan di satuan pendidikan, antara lain: terkait karakter, dalam hal ini soal kedisiplinan, sikap, perilaku, tutur kata dan tindakan) yang harus mencerminkan sekolah penggerak. Saya membayangkan bahwa sekolah penggerak, berarti semua ekosistem dalam hal ini para pembelajar (guru, peserta didik), semua bergerak maju atau “hidup”, alias sekolah menjadi lebih hidup dari biasanya. Mengapa itu terjadi? Karena semua ekosisten hidup dan senantiasa bergerak, tergerak dan menggerakan satu dengan yang lain. Selain menggerakan ke dalam, juga menggerak ke luar, sehingga semua satuan pendidikan bergerak maju bersama sama. Namun, yang perlu disadari adalah bahwa sebelum kepala sekolah, guru, bergerak, tergerak dan menggerakan ke luar pada satuan pendidikan yang lain, benahi, “sempurnakan” secara ke dalam terlebih dahulu. Artinya ke dalam harus memiliki nafas, irama mutu atau kualitas yang satu dan sama. Jangan sampai hebat di luar, tetapi heboh di dalam.
Dan, mengapa di sebut sekolah penggerak? Hemat saya, dinamakan sekolah penggerak, dikarenakan ia berfungsi sebagai katalis perubahan, untuk mewujudkan visi pendidikan Indonesia. Sebagai katalis perubahan, sebab selama ini pendidikan di Indonesia mengalami stagnasi, alias berjalan ditempat, sehingga perlu katalis yang menggerakan. Oleh karena itu, sekolah penggerak adalalah solusi sekaligus instrument atau katalis perubahan itu, Tetapi bukan sekolahnya, melainkan para pembelajar yang ada di satuan pendidikan, yang harus bergerak, tergerak dan menggerakan dirinya dan sesama. Maka, sesungguhnya tujuan program sekolah penggerak merupakan program untuk mendorong proses transformasi satuan pendidikan, agar dapat meningkatkan capaian hasil belajar peserta didik secara holistik, baik dari aspek kompetensi kognitif (literasi dan numerasi), maupun non-kognitif (karakter) untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Atau dengan kata lain, bahwa: tujuan Program Sekolah Penggerak, adalah, sbb, untuk: 1. Meningkatkan kompetensi (literasi dan numerasi), dan karakter (sikap, kedisiplinan), yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila: mengacu pada 6 dimensi P3. 2. Menjamin pemerataan kualitas pendidikan, melalui program peningkatan kapasitas kepala sekolah, yang mampu memimpin satuan pendidikan dalam mencapai pembelajaran yang berkualitas; 3. Membangun ekosistem pendidikan yang lebih kuat, yang berfokus pada peningkatan kualitas: intelektual, sosial, moral, emosional dan spiritual.; dan 4. Menciptakan iklim kolaboratif yang kondusif, bagi para pemangku kepentingan di bidang pendidikan, baik pada lingkup sekolah, pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat. Sedangkan sasaran program sekolah penggerak adalah: 1. Guru PAUD; Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah 2. Kepala satuan pendidikan; dan 3. Pengawas/penilik sekolah yang ditetapkan sebagai pelaksana Program Sekolah Penggerak. Lalu, bagaimana dengan kriteria atau syarat untuk mengikuti program sekolah penggerak? Sebenarnya tidak ada kriteria atau syarat khusus untuk mengikuti program sekolah penggerak, melainkan hanya melalui seleksi kepala sekolah, berupa test essay, simulasi mengajar dan interview atau wawancara. Jadi, kata kuncinya adalah ada pada kepala sekolah. Jadi, jika kepala sekolah lulus seleksi, maka sekolah yang dipimpinnya menjadi sekolah penggerak; Dan ketika sudah ditetapkan sebagai sekolah penggerak, maka ada beberapa keuntungan yang akan didapat bagi sekolah yang melaksanakan Program Sekolah Penggerak, yakni: (1) Akan dilakukan peningkatan kompetensi kepala sekolah dan guru, melalui diklat PKP (Pelatihan Komite Pembelajaran), IHT, lokakarya dan pendampingan (refleksi satuan pendidikan, PMO), (2) Mendapatkan BOS Kinerja (BOSKIN), selain BOS regular, (3) Adanya peningkatan mutu hasil belajar dalam kurun waktu tiga tahun. Namun, hasil belajar tidak hanya dalam bentuk kuantitatif, melainkan dalam bentuk kualitatif. (4) Percepatan digitalisasi sekolah. Sepertinya digitalisasi saat ini, menjadi sangat penting, lantaran perubahan demi perubahan, khususnya dibidang IPTEK, sangat cepat. Jika tidak bisa berubah, atau beradaptasi dengan perubahan, maka akan menjadi seperti katak dibawah tempurung. Maka suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, digitalisasi sekolah menjadi urgent. Digitalisasi sekolah adalah suatu intervensi dengan
tujuan mendorong pengadaan layanan yang otomatis, cepat, serta terbuka, supaya berjalan beriringan dengan perkembangan di bidang teknologi dan informasi pada era digital ini. Namun, tetap dibutuhkan sikap bernalar krirtis dan kebijaksanaan dalam menggunakan digitalisasi sekolah, agar tidak salah gunakan. Contoh Digitalisasi sekolah: E-learning, contoh digitalisasi pendidikan yang paling dasar. Asesment online bisa menghemat biaya dan waktu, misalnya: melalui aplikasi CBT (Computer Based Test) Perpustakaan digital yang bisa diakses dengan akun sekolah. Sistem administrasi, contoh digitalisasi pendidikan idaman peserta didik dan wali peserta didik .
Selain itu, ada beberapa manfaat dalam mengikuti Program Sekolah Penggerak, yaitu:
1. Kualitas hasil belajar meningkat dalam tempo tiga tahun. Namun, tidak serta merta terjadi kualitas belajar meningkat, melainkan seiring dengan peningkatan kompetensi (kepala sekolah, guru), usaha dan komimen, serta kolaborasi para stakeholder untuk mewujudkan kualitas hasil belajar; selain itu, juga melalui monitoring yang rutin dari Kementerian Pendidikan, dengan terus melakukan pembenahan, maka diharapkan akan tercapai kualitas hasil belajar yang akan meningkat dalam waktu 3 tahun.
2. Terjadi peningkatan atas kemampuan diri kepala sekolah dan tenaga pendidik. Demikian pula halnya dengan peningkatan kompetensi kepala sekolah dan tenaga pendidik, tidak akan terjadi, jika tidak mengikuti diklat, workshop, lokakarya, pendampingan (refleksi satuan pendidikan, PMO, dan mentoring secara intensif. Juga melalui kunjungan ke PMM, atau otodidak, maka hasilnya kepala sekolah dan tenaga pendidik akan meningkat kualitas dirinya sebagai penggerak pendidikan
3. Akselerasi Digitalisasi Sekolah
Apabila sebelumnya pembelajaran masih menggunakan pola atau cara konvensional, maka pada era digital ini akan terjadi percepatan digitalisasi sekolah. Sekolah akan mendapat materi literasi digital sebagai salah satu media pembelajaran masa kini..
4. Berkesempatan Menjadi Katalis Perubahan bagi Unit Pendidikan Lain
Dengan predikat daerah penggerak bagi pendidikan, memungkinkan sekolah atau tenaga pendidik menjadi bahan rujukan bagi sekolah lain untuk bertransformasi lebih baik.
5. Akselerasi Target Profil Pelajar Pancasila
Sekolah penggerak memiliki visi mewujudkan visi pendidikan Indonesia, melalui terciptanya profil pelajar pancasila merujuk pada 6 dimensi profil pelajar pancasila
6. Memperoleh Pendampingan Intensif
Kemendikbud membangun kemitraan dengan pemerintah daerah untuk mengadakan pendampingan intensif berupa pelatihan secara berkala, kepada sekolah penggerak, demi mewujdkan kualitas pembelajar.
7. Mendapat Subsidi Tambahan yang Bermanfaat
Paradigma kurikulum baru tentu berbeda dengan yang lama. Oleh karena itu, sekolah perlu membeli buku ajar baru yang lebih sesuai dengan paradigma baru. Namun, tidak semua sekolah memiliki anggaran dana untuk membeli buku tersebut. Dengan adanya PSP, sekolah akan memperoleh subsidi yang mana subsidi ini bisa dialokasikan untuk membeli buku atau bahan ajar, melalui BOs Kinerja (Boskin), selain BOS regular.
Arsip Jadi, agar sekolah penggerak dapat berjalan sesuai harapan, maka kepala sekolah dan guru harus unggul, sebagaimana yang sudah diutarakan diatas, maka keunggulan kepala sekolah dan guru, juga tercermin dalam kompetensi yang harus dimiliki, yakni sebagai kepala sekolah harus memiliki dan menguasai 5 kompetensi, yakni: kompetensi kepribadian: menuntut seorang kepala sekolah untuk memiliki kepribadian yang baik yang ditunjukan lewat cara hidup, cara bersikap, cara berperilaku, cara bertutur kata dan cara bertindak yang baik, atau melalui teladan hidup yang baik, yang menawan, dan yang mimikat, dan bukan hanya dengan kata – kata (verba moven, exempla trahunt); kompetensi managerial, menuntut kepala sekolah untuk memiliki: integritas, untuk bisa bekerjasama, untuk bisa berkomunikasi, untuk berorientasi pada hasil, untuk bisa mengembangan diri dan orang lain, untuk bisa mengelola perubahan dan mengambil keputusan. Kompetensi manajarial juga menuntut kepala sekolah untuk bisa mengelola Sumber Daya Manusia yang ada di satuan pendidikan, dengan mengedepankan menempatkan orang yang tepat, pada tempat yang tepat atau the right man on the right place; kompetensi supervisi, menuntut kepala sekolah untuk membuat perencanaan, melaksanakan dan menindaklanjuti hasil supervisi guru di kelas; kompetensi kewirausahaan, menuntut kepala sekolah agar memiliki: inovasi, kreatifitas, motivasi, dalam kegiatan edupreneurship di sekolah; dan kompetensi sosial menuntut kepala sekolah untuk bisa menjalin relasi sosial yang baik, entah secara internal maupun secara eksternal. Juga kompetensi sosial menuntut kepala sekolah agar memiliki jejaring sosial yang luas, namun juga harus bijak dalam menggunakannya. Sedangkan untuk guru, harus memiliki dan menguasai 4 kompetensi guru, yakni kompetensi pedagogik, berkaitan dengan kemampuan mengelola pembelajaran dengan baik, sehingga tidak membuat peserta didik merasa bosan, jenuh, melainkan peserta didik merasa senang, bahagia dan gembira. Dan pada sekolah penggerak yang melaksanakan kurikulum merdeka, maka pembelajaran berdiferensiasi merupakan sebuah pembelajaran yang dikembangkan untuk merespon kebutuhan peserta didik dalam belajar, yang bisa berbeda beda, meliputi kesiapan belajar, minat, potensi atau gaya belajarnya. Dan mengingat bahwa setiap peserta didik sudah pasti memiliki gaya atau tipe belajar yang berbeda beda, yakni ada gaya belajar visual: gaya belajar yang lebih banyak memanfaatkan penglihatan. Ada gaya belajar auditori: gaya belajar yang mengedepankan indera pendengar. Dan ada pula gaya belajar kinestetik: cenderung suka melakukan, menyentuh, merasa, bergerak, dan mengalami secara langsung. Dan untuk mengetahui gaya atau tipe belajar peserta didik, maka dilakukan asesmen diagnostik awal atau melalui psiko test oleh seorang psikolog untuk mengetahui gaya belajar peserta didik. Hal ini membantu para guru dalam membelajarkan peserta didik, untuk memberikan metode atau model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Maka, pada kurikulum merdeka, guru diberi ruang dan panggung yang seluas luasnya, untuk berinovasi dan berkreasi dalam membelajarkan peserta didik. Kompetensi kepribadian menuntut guru untuk tidak kaku, melainkan guru harus supel, sabar, disiplin, jujur, rendah hati, berwibawa, santun, empati, ikhlas, berakhlak mulia, dan bertindak sesuai norma sosial & hukum. Kompetensi kepribadian menuntut seorang guru untuk memiliki kepribadian yang baik, yang bisa menjadi panutan atau contoh atau teladan bagi para peserta didik. Dieja lebih jauh kepribadian yang baik, berarti memiliki sikap (attitude), perilaku (behavior), tutur kata (speech), tindakan (action) yang baik, dan menyenangkan peserta didik dan rekan sejawat. Kompetensi Profesional menuntut
seorang guru untuk benar – benar menguasai bidang ajar, sesuai mata pelajaran yang diampunya. Jadi, kompetensi profesional berkaitan dengan penguasaan materi pembelajaran, dengan lebih luas dan mendalam. Ada ungkapan latin: Nemo Dat Quod Non Habet, yang artinya: tak seorang pun mampu memberikan hal yang tak dia miliki. Ungkapan latin ini, tidak berlaku bagi seorang guru, apalagi guru profesional. Sebab, seorang guru profesional harus memberikan kepada peserta didik dari perbendaharaan pengetahuan yang dimiliki dan di kuasainya. Kompetensi Sosial menuntut seorang guru, untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan peserta didik dan lingkungan, seperti orang tua, tetangga, dan sesama teman). Selain itu juga, seorang harus memiliki kompetensi 4C dalam pembelajaran abad 21, yakni: Critical Thinking, Creative, Collaboration, and Communication adalah kompetensi yang dianggap penting dalam era digital saat ini. Menurut Sudarma (2014) terdapat beberapa kreativitas guru yang perlu ditingkatkan seiring dengan perubahan pembelajaran abad ke-21, yakni: 1. Memiliki akses informasi yang luas dan cepat. 2. Meningkatkan kreativitas membaca dan menulis (literasi) 3. Meningkatkan keterampilan dasar pembelajaran. Sedangkan untuk menjadi sekolah penggerak, sesungguhnya tidak ada kriteria atau syarat yang ketat, melainkan hanya seleksi kepala sekolah, melalui 3 tahap, yakni, tes essay, simulasi mengajar dan wawancara. Jika kepala sekolah lulus seleksi dan lulus verifikasi, maka kepala sekolah dinyatakan lulus, maka sekolah yang dipimpinnya menjadi sekolah penggerak. Jadi, untuk menjadi sekolah penggerak kuncinya ada di kepala sekolah. Dan sebagai bentuk legalitas, maka dirjen pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah, menerbitkan surat keputusan penetapan satuan pendidikan penggerak. Jadi, untuk menjadi sekolah penggeraknya kuncinya ada di kepala sekolah. Dan saat ini, sekolah penggerak sudah sampai angkatan 3, sebagai piloting kurikulum merdeka dan tidak akan dibuka lagi, sambil menunggu hasil evaluasi kurikulum merdeka tahun 2024. Hasil evaluasi kurmer, akan menentukan nasib kurikulum merdeka selanjutnya. Maka, layak dinanti… Lalu, bagaimana dengan nasib sekolah penggerak selanjutnya? Kabarnya, sekolah penggerak, hanya sampai pada tahap 3 saja. Maka, tahun ajaran 2023/2024 tidak ada seleksi lagi kepala sekolah penggerak. Mengapa? Karena sifatnya hanya sebagai piloting implementasi kurikulum merdeka. Dan terlepas dari hasil evaluasi nanti, sesungguhnya kurikulum merdeka layak dijadikan kurikulum nasional menggantikan kurikulum nasional 2013. Mengapa? Hemat saya, kurikulum merdeka sesuai namanya, menjadikan guru dan peserta didik lebih merdeka, lebih fleksibel, tidak terbebani, karena yang diajarkan adalah materi ensensial saja. Dengan demikian para guru lebih leluasa untuk mendesaign pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik, namun berbobot. Atau dengan kata lain para guru lebih banyak waktu untuk berkreasi dan berinovasi dalam membelajarkan peserta didik, dengan cara mencari atau memilih bahan ajar melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM). Semakin sering mengunjungi PMM, maka para guru semakin di perkaya perbendaharaan pengetahuannya. Oleh karena itu, PMM adalah jawaban atau solusi atas kekurangan para guru dalam referensi sumber atau bahan ajar.
Selain itu, kurikulum merdeka lebih menjawabi kebutuhan belajar peserta didik. Sebab, dengan kurikulum merdeka, pembelajaran yang selama ini berpusat pada guru, kini berpusat pada peserta didik, melalui pembelajaran berdiferensiasi. Atau dengan kata lain, bahwa pembelajaran berdiferensiasi sesuai dengan tujuan Kurikulum Merdeka. Tujuan itu, yakni memberikan kebebasan kepada setiap peserta didik untuk belajar sesuai minat dan bakatnya masing-masing. Oleh karena itu, sebelum melakukan pembelajaran berdiferensiasi, penting dilakukan asesmen diagnostik awal, untuk memetakan kemampuan awal, sekaligus memetakan bakat, minat dan gaya belajar peserta didik. Atau bisa dilakukan psiko test bekerja sama dengan lembaga psiko test yang dipercaya untuk mengetahui gaya belajar peserta didik. Gaya belajar ada 3 jenis, yaitu: (1) Gaya Belajar Visual: Gaya belajar visual adalah gaya belajar yang lebih banyak memanfaatkan penglihatan. Ciri-ciri peserta didik visual : – Mudah mengingat dari yang dilihat – Lebih suka membaca daripada dibacakan – Berbicara dengan tempo yang cukup cepat – Cenderung melihat sikap dan gerakan guru yang sedang mengajar – Tidak mudah terdistraksi oleh keramaian – Biasanya suka menggambar apapun di kertas (2) Gaya Belajar Auditori: Gaya belajar auditori mengandalkan pendengaran untuk dapat memahami dan mengingat informasi yang diberikan oleh guru. Ciri-ciri peserta didik auditori : – Suka mengingat dari apa yang didengar – Mudah terdistraksi oleh keramaian – Senang membaca dengan keras dan mendengarkan – Lebih mudah belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan – Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu – Mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi yang didiskusikan dalam kelas (3). Gaya Belajar Kinestetik: Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar yang lebih mudah menyerap informasi dengan bergerak, berbuat, dan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar siswa dapat mengingatnya. Ciri-ciri peserta didik kinestetik : – Senang belajar dengan metode praktek – Menyukai aktivitas yang melibatkan gerakan tubuh, seperti permainan dan
aktivitas fisik – Menghafal dengan berjalan atau melihat – Sulit untuk berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak Setelah mengetahui gaya belajar peserta didik, maka dapat memudahkan para guru dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. Ada 3 jenis diferensiasi, yakni diferensiasi konten atau materi, diferensiasi proses dan diferensiasi produk. (1) Diferensiasi Konten: Isinya adalah materi pembelajaran itu sendiri. Hal ini dapat dibedakan dalam beberapa cara. Pertama: peserta didik memiliki tingkat penguasaan atau pengetahuan yang berbeda terhadap suatu mata pelajaran. Beberapa orang peserta didik mungkin tidak memiliki pengetahuan sebelumnya tentang materi pelajaran itu, dan beberapa orang peserta didik mungkin memiliki pengetahuan secara parsial, juga beberapa orang peserta didik lainnya mungkin telah menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran itu. Kedua: gaya belajar peserta didik juga berbeda-beda. Ada pembelajar visual, pembelajar auditori, dan pembelajar kinestetik. Seorang pembelajar visual tentu dapat dengan mudah memperoleh pengetahuan baru melalui representasi visual dari topik pelajaran tertentu. Di sisi lain, pembelajar auditori akan lebih mampu memahami topik secara lebih baik, ketika ia mendengarkan melalui audio atau penjelasan lisan dari guru. Sedangkan pembelajar kinestetik, seorang peserta didik akan lebih cepat memahami ketika ia dapat berpartisipasi secara fisik dalam proses pembelajaran. Jadi, memasukkan pengetahuan dan pemahaman tentang hal ini ke dalam pengajaran, tentu akan sangat membantu seorang guru dalam mengembangkan berbagai konten dan bahan ajar yang dapat menjangkau setiap peserta didik. (2) Diferensiasi Proses: Diferensiasi proses ini berbicara tentang bagaimana seorang guru dapat memberikan instruksi yang tepat kepada setiap peserta didik dalam proses pembelajaran. Selain itu, penilaian berkelanjutan selama pembelajaran juga akan membantu guru dalam memahami apakah setiap peserta didik telah belajar dengan kemampuan terbaik mereka atau tidak. Guna menentukan proses dan model pembelajaran yang sesuai bagi peserta didik tersebut, maka guru harus memahami minat, kemampuan, dan tingkat pengetahuan setiap peserta didik. Mengapa demikian? Karena setiap peserta didik itu sesungguhnya memiliki cara belajar masing-masing yang bersifat khas dan unik. Ada banyak contoh untuk membuktikan hal itu. Dalam satu kelas saja, pasti akan menemui beberapa peserta didik yang dapat belajar dengan baik apabila ia mendengarkan instruksi berbasis audio atau mendengarkan suara gurunya secara langsung. Sebaliknya bagi peserta didik yang lain, mendengarkan penjelasan guru saja tidak cukup, mereka juga harus membaca penjelasan tersebut secara berulang-ulang. Sedangkan beberapa orang peserta didik lainnya, akan dapat belajar dengan baik melalui manipulasi objek terkait dengan konten tersebut. Selain itu, ada juga beberapa orang peserta didik yang lebih suka bekerja sendiri, sementara yang lainnya lebih suka belajar secara kolaboratif dan berbasis kelompok. Dengan demikian, memahami kebutuhan setiap peserta didik di awal
pembelajaran, tentu akan sangat membantu seorang guru dalam menciptakan proses pembelajaran yang berbeda dan membantu para peserta didik untuk dapat belajar secara efektif dan menyenangkan. Terakhir, proses pembelajaran yang layak diterapkan oleh seorang guru adalah kemampuan dalam mendemonstrasikan cara pemecahan masalah, lalu melangkah mundur agar peserta didik mampu mereplikasi proses tersebut sambil terus menawarkan dukungan seiring dengan kemajuan belajar para peserta didik. (3) Diferensiasi Produk: Diferensiasi ini melibatkan metode yang digunakan oleh guru dalam mengetahui tingkat penguasaan materi atau bahan ajar dari setiap peserta didik. Untuk mengetahui penguasaan materi itu, seorang guru dapat melakukannya dengan cara melakukan tes, meminta peserta didik untuk menuliskan laporan tentang topik-topik berdasarkan materi pelajaran, dan lain-lain. Namun apapun cara itu, metode penilaian terbaik adalah metode yang cocok dengan tingkat minat intelektual masing-masing peserta didik dan cara belajar yang mereka sukai. Misalnya, cara yang baik untuk menguji pembelajar kinestetik adalah melalui penilaian praktis, sedangkan pembelajar auditori adalah dengan melakukan penilaian verbal atau lisan. Selain itu, peserta didik yang baru mengenal suatu topik mungkin tidak dapat menjawab pertanyaan sebaik mereka yang memiliki pemahaman topik yang lebih baik. Oleh karena itu, pendekatan diferensiasi produk ini akan memberikan kepada peserta didik berbagai pilihan untuk menunjukkan tingkat pemahaman mereka terhadap pelajaran secara individual. C. Kualitas yang diharapkan dari Sekolah Penggerak a. Kepala Sekolah penggerak Kepala sekolah penggerak merupakan orang kunci (key person) dalam menggerakan semua ekosistem yang ada di satuan pendidikan, demi peningkatan kualitas pendidikan yang diwujudkan melalui terciptanya profil pelajar pancasila. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan ataupun visi sekolah penggerak, maka kepala sekolah penggerak haruslah mempunyai kemampuan 4 M yaitu Menggerakan, Mempengaruhi, Mengembangkan dan Memberdayakan, selain 5 kompetensi yang dipersyaratkan. Menggerakkan: kepala sekolah penggerak ibarat lokomotif yang mampu menggerakan stakeholder yang ada, sehingga semua memiliki militansi, nafas dan irama yang sama dalam mewujudkan kualitas pendidikan melalui terciptanya profil pelajar pancasila. Kepala sekolah penggerak harus memiliki daya atau power untuk menggerakan semua ekosistem, agar bergerak bersama sama dan sama sama bergerak mewujudkan visi sekolah penggerak, yakni mewujudkan visi pendidikan Indonesia. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa seorang kepala sekolah penggerak harus terlebih dahulu menggerakan dirinya sendiri, untuk senantiasa selalu meng up date dan meng up grade diri, terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi, sebelum ia menggerakan ekosistem yang lain. Akhirnya kepala sekolah penggerak pada sekolah penggerak harus terus bergerak maju, melalui kreativitas dan inovasi untuk tetap menjaga
keseimbangan. Kata Albert Einstein: “hidup itu seperti bersepeda. Kalau kamu ingin menjaga keseimbanganmu, kamu harus terus bergerak maju. Dengan ungkapan diatas, itu artinya kepala sekolah penggerak harus terus bergerak, tergerak, dan menggerakan semua ekosistem terutama para guru, agar bergerak bersama sama dan bersama sama bergerak mewujud visi sekolah penggerak. Itu artinya pula pada kepala sekolah penggerak pada sekolah penggerak harus selalu dinamis, tidak kaku, berubah dalam mindset, agar bergerak maju. Mempengaruhi: kepala sekolah penggerak kehadiran dan keberadaannya harus mampu mempengaruhi semua ekosistem yang ada di satuan pendidikan. Kepala sekolah penggerak, dia mempengaruhi lewat cara hidup, cara bersikap, cara berperilaku, cara bertutur kata dan cara bertindaknya. Itu artinya semua gerak geriknya harus bisa mempengaruhi, harus bisa menjadi role model bagi ekosistem. Mengembangkan: kepala sekolah penggerak harus memberikan ruang dan panggung yang seluas luasnya, kepada para guru dan peserta didik, untuk mengembangkan diri, untuk belajar bersama, untuk berkreatif dan berinovasi. Oleh karena itu, sesungguhnya yang pertama tama yang dilakukan oleh guru di kelas adalah belajar bersama sama peserta didik. Dan disaat itulah guru mengajar. John Cotton Dana, pustakawan Amerika Serikat pernah mengatakan bahwa: “Who dares to teach must never cease to learn”. Siapa berani mengajar, harus siap tak berhenti belajar. Ungkapan dari John Cotton, menyisipkan pentingnya bagi seorang guru untuk terus belajar. Guru yang telah berhenti belajar (berliterasi), maka sesungguhnya ia tak layak lagi mengajar. Jadi, berikan keteladanan kepada para peserta didik kita. Ketika guru menyuruh peserta didiknya belajar (berliterasi), maka ia sendiri harus memberikan keteladanan dengan semangat untuk terus belajar (berliterasi). Keluarlah dari zona kenyamanan, dan responsive terhadap perubahan. Oleh karena setiap guru harus menjadi agen perubahan (agent of change). Jadi, sekali lagi. guru sebaiknya berhenti mengajar, jika ia tak mau lagi belajar. Sebab, seorang guru yang ada di sekolah penggerak, apalagi kalau ia adalah guru penggerak yang adalah pemimpin pembelajaran, harus selalu menginspirasi peserta didik dan menginspirasi dunia. Memberdayakan: kepala sekolah penggerak harus mampu memberdayakan semua potensi SDM yang ada di sekolah penggerak, yang ia pimpin. Kepala sekolah penggerak, harus mampu mengenal kompetensi dan kecakapan setiap orang yang ia pimpin. Dengan mengenalnya, maka ia dapat dengan mudah melakukan program pemberdayaan secara tepat guna. Dengan program pemberdayaan, berarti memaksimal atau mengoptimalkan SDM yang ada, secara efektif dan efisien. Selain terkait SDM, kepala sekolah penggerak juga harus mampu memberdayakan sumber daya yang lain, yang mendukung peningkatan kualitas sekolah penggerak. Untuk itu, kepala sekolah penggerak juga harus mampu berkomunikasi dan berkolaborasi dengan baik, secara intern maupun ekstern sekolah. Jadi, agar terwujudnya kualitas sekolah penggerak, baik secara kuantitatif (angka) maupun kualitatif (sikap atau karakter), maka dibutuhkan juga kepala sekolah penggerak yang berkualitas (cerdas dan berkarakter), yang berkaitan dengan kualitas diri. Dengan demikian, kepala sekolah penggerak yang berkualitas, harus selalu memiliki ide, imajinasi, mimpi yang bisa menggerakan, yang menginspirasi ekosistem yang ada di satuan pendidikan penggerak, terutama para guru, sebagai pemimpin pembelajaran serta mampu mengeksekusi ide,
imajinasi dan mimpi tersebut. Jadi, jangan hanya bermimpi, tetapi harus bangun dari tidur dan wujudkan mimpi.
b. Guru penggerak
Guru Penggerak adalah pemimpin dalam Proses Belajar-Mengajar (PBM), yang membantu pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara holistik, aktif, dan proaktif. Namun, yang perlu di sadari bahwa status atau predikat guru penggerak, tidak hanya bagi mereka yang lulus seleksi Calon Guru Penggerak (CGP), melainkan semua pendidik dan tenaga kependidikan disatuan pendidikan penggerak harusnya menjadi penggerak. Dan akan menjadi nilai tambah yang luar biasa, bila disekolah penggerak ada guru penggerak yang lulus diklat guru penggerak. Maka, kehadiran dan keberadaan guru penggerak disatuan pendidikan penggerak, berkolaborasi dengan kepala sekolah penggerak, akan menghasilkan satuan pendidikan yang berkualitas yang tercermin melalui terwujudnya profil pelajar pancasila. Kolaborasi guru penggerak bersama kepala sekolah penggerak akan mendorong dan memotivasi guru lain untuk menerapkan pendekatan belajar yang berfokus pada peserta didik dan menjadi contoh serta agen perubahan dalam ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar pancasila yang ideal. Di eja lebih jauh, para guru yang sudah menyandang guru penggerak, harus bisa menginspirasi guru lain dalam pembelajaran berpusat pada peserta didik. Tidak hanya itu, juga harus bisa menjadi mentor atau coah, bagi guru yang lain, asal juga guru yang lain mau rendah hati dan membuka diri untuk di bimbing oleh teman atau rekan sejawat.
Dan secara umum, para pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penggerak, harus bisa tampil beda dengan para pendidik dan tenaga kependidikan, pada sekolah yang bukan sekolah penggerak. Tampil beda yang diharapkan adalah dalam disiplin kerja, cara atau pola kerja, militansi, hasil kerja atau kinerja. Semua ini berkaitan dengan kualitas diri. Artinya kualitas diri guru di sekolah penggerak harus dibentuk, agar antara bungkusan dan isinya sama sama berkualitas. Itu artinya bungkusan harus bisa mencerminkan isinya. Oleh karena itu, status sekolah penggerak harus menjadikan ekosistem dalam hal ini manusia (kepala sekolah, guru, pegawai, karyawan, peserta didik) harus bergerak bersama sama dan bersama sama bergerak mewujudkan sekolah yang berkualitas melalui terciptanya profil pelajar pancasila. Sebab, jika tidak bisa tampil beda yang positif, dengan sekolah yang bukan sekolah penggerak, maka sekolah penggerak hanyalah sekedar nama atau status tanpa makna.
Melalui episode merdeka belajar 5: tentang guru penggerak, maka harapannya bahwa setiap guru, selain memiliki kompetensi secara umum, tetapi juga harus memiliki kompetensi sebagai guru penggerak. Dan tentunya kompetensi ini, diperoleh setelah para guru mengikuti seleksi dan lulus diklat, yakni:
1. Mengembangkan Diri Beserta Orang Lain Ada ungkapan bahwa seorang guru adalah dia yang senantiasa mengajar dengan tidak pernah berhenti belajar. Dengan belajar berarti dia mengasah kompetensinya. Dengan belajar, berarti dia selalu mengupdate dan mengupgrade dirinya, agar lebih berkompeten. Apalagi sebagai guru penggerak, yang pertama harus dimiliki yaitu dia dengan kapasitas dirinya mampu mengembangkan dirinya sendiri, dan orang lain yang ada di sekitarnya. Selain bisa membekali diri sendiri, seorang guru penggerak juga
diharapkan dapat menjadi pioner atau pelopor yang selalu bergerak, tergerak dan menggerakan rekan sejawat, atau ekosistem yang ada dikomunitas belajar, dan i organisasi profesi. 2. Memimpin Proses Kegiatan Pembelajaran Seorang guru ibarat seorang conductor (dirigen) dalam proses pembelajaran. Keindahan dan kenikmatan pembelajaran sangat tergantung pada seorang condctur. Apalagi seorang guru penggerak harus mampu mengubah proses kegiatan belajar yang selama ini cenderung berpusat pada guru, menjadi berpusat pada peserta didik, dengan membudayakan pembelajaran berdiferensiasi, serta guru penggerak juga harus mampu untuk melakukan refleksi guna memperbaiki proses pembelajaran yang lebih baik, lebih berkualitas secara terus menerus, sehingga menjawabi kebutuhan peserta didik. 3. Memimpin Pengembangan Sekolah Para guru adalah garda terdepan dalam pengembangan sekolah.. Juga menjadi pemimpin atau agen perubahan (agent of change). Dan sebagai guru penggerak harus memiliki kompetensi dalam memimpin pengembangan sekolah. Bahwa berkembang atau tidaknya satuan pendidikan sangat tergantung pada komitmen para guru sebagai pemimpin dalan pengembangan sekolah untuk berubah. Jika pada satuan pendidikan telah memiliki guru penggerak, namun satuan pendidikan tidak menunjukkan perubahan, pada semua aspek, aka itu artinya guru pennggerak hanyalah sebuah nama tanpa makna. 4. Memimpin Manajemen Sekolah Setiap guru adalah pemimpin manajemen sekolah, setidaknya pemimpin bagi dirinya sendiri. Sebagai guru penggerak harus memiliki kompetensi guru penggerak yakni kemampuan dalam memimpin manajemen sekolah.. atau kemampuan dalam mengelola atau menata atau mengatur atau mengurus satuan pendidikan, guna mewujudkan sekolah yang berkualitas, yang tercermin pada terciptanya profil pelajar pancasila. Tugas Guru Penggerak Berdasarkan laman Guru Penggerak Kemendikbud, Guru Penggerak memiliki beberapa tugas atau peran yang harus dipenuhi, yaitu diantaranya: Menggerakkan komunitas belajar untuk rekan guru yang ada di sekolah dan di wilayahnya. Namun, sebelum menggerakan orang lain, terlebih dahulu menggerakan diri sendiri, agar benar – benar menjadi guru penggerak, yang terwujud dalam perubahan dalam cara membelajarkan peserta didik sesuai pembelajaran abad 21. Menjadi Pengajar Praktik untuk rekan guru lain terkait pengembangan pembelajaran sekolah. Tentunyanya adalah praktik baik yang telah ia lakukan atau ia terapkan. Dengan demikian praktik baik yang ia bagikan atau share kan adalah praktik baik dari pengalaman nyata. Mendorong peningkatan kepemimpinan peserta didik yang ada di sekolah. Hal ini sesuai dengan semboyan pendidikan Ki Hadjar Dewantara, yakni
Ing ngarso sung tulodo (di depan harus memberi teladan), Ing madyo mangun karso (di tengah harus membangun ide dan gagasan), Tut wuri handayan (di belakang harus bisa memberikan dorongan) Meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran peserta didik dengan membuka ruang diskusi positif dan ruang kolaborasi untuk antar guru dan pemangku kepentingan yang ada di dalam dan di luar sekolah. Ada beragam cara atau metode atau model dalam meningkatkan kualitas membelajarkan peserta didik, yakni forum diskusi, tanya jawab, baik antar peserta didik maupun dengan para guru atau antar guru. Menjadi pemimpin kegiatan pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan yang ada di sekolah. Namun, harus dimaknai secara sadar dan benar arti pemimpin pembelajaran. Menjadi pemimpin pembelajaran berarti menjadi pelayan bagi peserta didik yang di kelas saat membelajarkan mereka. Oleh karena itu, sebagai pemimpin pembelajaran, maka setiap guru, apalagi guru penggerak harus bisa menjawab kebutuhan belajar setiap peserta didik. Peran Guru Penggerak Setiap guru, apalagi guru penggerak memiliki peran yang cukup besar dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, dan mewujudkan profil pelajar pancasila. Dengan demikian guru penggerak harus menjadi gerda terdepan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran serta dalam mewujudkan profil pelajar pancasila. Adapun peran dari Guru Penggerak itu diantaranya: Menggerakkan komunitas belajar untuk rekan guru yang ada di sekolah maupun di wilayahnya. Namun, sebelum menggerakan rekan guru yang lain, maka terlebih dahulu harus bergerak, tergerak dan menggerakan diri sendiri. Memimpin kegiatan pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan yang ada di lingkungan sekolah. Bahwa setiap guru, apalagi guru penggerak harus dapat menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif saat membelajarkan peserta didik di kelas. Memberikan ruang dan panggung bagi peserta didik untuk meningkatkan kepemimpinannya di sekolah. Memberikan ruang yang seluas luasnya bagi para guru untuk berkreatif dan berinovasi, untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran yang ada di sekolah. Tujuan Progam Guru Penggerak Adapun tujuan dari dibentuknya program Guru Penggerak, yaitu meliputi: Mengeksplorasi potensi atau kemampuan peserta didik, melalui diklat para guru. Membangun jejaring, sinergi dan kolaborasi, untuk menggerakkan semua ekosistem, teristimewa para guru yang ada di satuan pendidikan. Menumbuh kembangkan kepemimpinan setiap peserta didik, agar menjadi pribadi yang cerdas dan berkarakter. Menghadirkan dan menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan.
Terwujudnya hasil pembelajaran yang sesuai dengan visi pendidikan Indonesia yakni terciptanya profil pelajar pancasila. Keuntungan dan Manfaat Menjadi Guru Penggerak Menjadi guru penggerak merupakan suatu kebanggaan tersendiri, karena membuka atau memberi banyak Mepeluang atau kesempatan untuk mengupdate dan mengupgrade diri. Adapun keuntungan dan manfaat yang akan diterima oleh para Guru Penggerak, yaitu: Memiliki kesempatan atau peluang untuk mengembangkan potensi dan kompetensi diri melalui lokakarya bersama dengan guru penggerak yang lain di kabupaten/kota. Dapat meningkatkan kualitas diri dan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, sehingga dapat berdampak pada peningkatan kualitas diri peserta didik, serta terciptanya P3 (Profil Pelajar Pancasila) Dapat mengeksplore diri melalui belajar mandiri atau kelompok dengan mengunjungi Platform Merdeka Mengajar (PMM), sehingga dapat membelajarkan peserta didik dengan bahan ajar atau sumber belajar yang beragam. Memiliki peluang untuk dapat belajar secara kolaborasi dengan rekan-rekan guru yang lolos seleksi Program Guru Penggerak. Memiliki kesempatan atau peluang untuk mendapat mentoring atau coah dari Pengajar Praktik pendidikan Guru Penggerak. Terbentuk atau terwadahnya komunitas belajar dan atau komunitas praktisi untuk dapat belajar bersama, berdiskusi bersama baik secara intern maupun ekstern sesama komunitas guru penggerak serta dapat berkolaborasi dengan lebih banyak orang. Melalui diklat guru penggerak, maka akan mendapatkan sertifikat pendidikan sebagai penunjang karir perguruan guru.
c. Peserta didik Penggerak
Sekolah penggerak, kepala sekolah penggerak, guru penggerak, maka peserta didik juga harus menjadi peserta didik penggerak. Sebab, sasaran atau fokus pendidikan pada sekolah penggerak adalah peserta didik, yakni melalui tercipta atau terwujudnya profil pelajar pancasila. Pertanyaannya adalah profil pelajar pancasila yang seperti apa? Yang: (1) beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, (2) berkebhinekaan global, (3) mandiri, (4) bergotong royong, (5) bernalar kritis, (6) kreatif. Inilah yang disebut dengan dimensi profil pelajar pancasila. Jadi, kualitas peserta didik di sekolah penggerak tercermin pada 6 dimensi profil pelajar pancasila. Ini juga kita sebut dengan karakter. Dengan demikian, pelajar indonesia harus cerdas dan berkarakter baik. Dan ini tidak mudah, mengapa?Sebab terkadang ada peserta didik yang cerdas, namun tidak memiliki karakter yang baik, atau sebalik, ada yang memiliki karakter yang baik, tetapi tidak cerdas. Maka, yang diharapkan adalah lahir peserta didik yang cerdas dan berkarakter baik. Inilah tugas maha mulia dari kepala sekolah dan guru penggerak yang ada di sekolah penggerak. Dan untuk mewujudkan ini, maka harus ada kolaborasi kepala sekolah, guru, peserta didik penggerak di sekolah
penggerak, dengan bergerak bersama sama dan bersama sama bergerak mewujudkan sekolah penggerak yang berkualitas yang tercermin melalui terciptanya profil pelajar pancasila atau peserta didik yang cerdas dan berkarakter baik.
d. Orang tua Penggerak
Orang tua peserta didik merupakan guru pertama dan utama bagi seorang anak di rumah. Mengapa? Karena rumah atau keluarga merupakan sekolah pertama, tempat seorang anak untuk pertama kali belajar tentang kehidupan. Kata Ki Hadjar Dewantara: “ bahwa setiap orang bisa menjadi guru dan setiap rumah bisa menjadi sekolah”. Itu artinya pendidikan dapat dilakukan di manapun, kapanpun dan oleh siapapun. Dari ungkapan diatas, maka sangatlah tepat kalau setiap orang tua adalah juga orang tua penggerak, mengingat perannya yang sangat penting sebagai peletak dasar nilai kehidupan. Dan sebagai soko guru, guru pertama dan utama bagi seorang anak di rumah atau keluarga yang adalah sekolah mini, maka setiap orang tua harus mampu bergerak, tergerak dan menggerakan anak anaknya, agar mereka bertumbuh dan berkembang dengan baik, sesuai dengan kodratnya. Kata Ki Hadjar Dewantara: “Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu. Oleh karena itu, orang tua penggerak, berkolaborasi atau bersinergi dengan para guru penggerak, hanya untuk merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu pada diri anak. Kodrat itu adalah kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam adalah kekuatan, potensi, atau keadaan diri yang secara alamiah melekat pada diri masing-masing anak. Oleh karena itu, kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada. sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama. Sedangkan kodrat Zaman adalah kekuatan, potensi, atau keadaan diri yang berubah sesuai dengan kondisi sosial, budaya masyarakat, atau perkembangan zaman. Kodrat zaman berkaitan dengan isi (keterampilan) atau soft skill yang diberikan kepada peserta didik agar mereka dapat hidup dan berkarya sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh sebab itu, orang tua penggerak tidak boleh memaksa atau pun intervensi terhadap kemampuan, bakat, minat, keterampilan, pilihan anak untuk menentukan masa depannya. Orang tua penggerak hanya memberikan dorongan atau dukungan atau motivasi terhadap pilihan bebas anak. Dengan demikian, orang tua penggerak, kepala sekolah penggerak, guru penggerak, peserta didik penggersk, harus bergerak bersama sama dan bersama sama bergerak mewujudkan profil pelajar pancasila pada sekolah penggerak. e. Dinas pendidikan penggerak Dinas pendidikan melalui kepala dinas pendidikan harus menjadi penggerak, yang selalu bergerak, tergerak dan menggerakan semua stakeholder, di satauan pendidikan yang dipimpinnya. Kepala dinas penggerak harus mampu mengayomi semua satuan pendidikan, khususnya PAUD, SD dan SMP dengan menghilangkan disparitas atau dikotomi negeri dan swasta. Oleh karena itu, peran kepala dinas penggerak sangat penting, dalam memajukan satuan pendidikan di wilayahnya.
Dan untuk mewujudkan itu, maka kepala dinas penggerak harus mampu berkolaborasi dengan pihak sekolah, keluarga atau masyarakat dan dinas pendidikan atau pemerintah. Tanpa kolaborasi yang baik, niscaya satuan pendidikan di wilayanya akan berhasil dengan baik. Ketiga komponen ini, yakni keluarga, sekolah dan pemerintah, oleh bapak pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara di sebut dengan tripusat pendidikan. Dan sebagai tripusat pendidikan, maka ketiganya harus bertanggung jawab dalam proses pendidikan peserta didik, sebagai generasi penerus bangsa. Dengan menyadari akan peran masing – masing, maka tidak perlu saling menyalahkan, ketika ada tawuran antar pelajar atau pun bullying. Dan daripada saling menyalahkan, sebaiknya kita introspeksi diri. Sebagai guru utama. setiap orang tua kembali melihat perannya di rumah; sebagai guru di sekolah melihat sejauhmana perannya di sekolah. Dan sebagai pemeintah, melihat sejauhmana perannya dalam meningkatkan kualitas peserta didik yang tercermin melalui terciptanya profil pe;ajar pancasila.
Penutup
“Apapun yang dilakukan oleh seseorang itu, hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya, dan bermanfaat bagi manusia di dunia pada umumnya.” … Ki Hajar Dewantara
Menakar sekolah penggerak yang saya angkat melalui tulisan ini, adalah hanyalah sebuah refleksi sederhana untuk menggugah para pembelajar yang ada di sekolah penggerak. Apakah label sekolah penggerak dapat berdampak pada isinya, dalam hal ini para pembelajar (kepala sekolah, guru, karyawan, dan peserta didik). Isi yang dimaksudkan adalah adanya perubahan cara hidup (rajin, disiplin, cekatan), cara bersikap (mental, spiritual) cara berperilaku (moral, emosional), cara bertutur kata (sosial), dan cara bertindak. (mental, spiritual, moral, emosional dan social) baik. Jangan sampai isinya menunjukkan atau menampilkan yang tidak baik, tidak bagus, tidak terpuji, tidak terdidik dan tidak terpelajar. Atau status sekolah penggerak, tetapi para pembelajar yang ada di dalamnya, justru menunjukkan tidak bergerak, atau pun kalau bergerak, bergeraknya mundur, atau bergeraknya ditempat alias statis atau stagnan. Padahal sekolah dengan status penggerak, maka para pembelajar yang ada di dalamnya, haruslah dinamis, diwujudkan lewat AKSI: kreatif, inovatif dan bukan NARASI, sebagai seorang NATO (No Action, Talk Only). Oleh karena itu, sekolah penggerak yang adalah pioner Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM), menjadikan para pembelajar lebih merdeka, dalam mengekspresikan, mengeksplorasi diri dalam pembelajaran.. Para pembelajar diberi ruang dan panggung untuk berkreatif dan berinovatif dalam pembelajaran.
Dan untuk bisa mewujudkan hal demikian, maka sangat diperlukan SDM yang unggul, yang mengacu pada kompetensi kepala sekolah dan kompetensi guru, sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Oleh karena itu, tanpa SDM yang unggul, tanpa memiliki dan menguasai kompetensi yang dipersyaratkan, baik kepala sekolah maupun kompetensi guru umumnya, dan kompetensi guru penggerak khususnya, maka goal dari sekolah penggerak tidak dapat terwujud. Dan goal dari sekolah penggerak itu adalah mewujudkan profil pelajar pancasila yang: (1) beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, (2) mandiri, (3) bergotong royong (4) berkebhinekaan global, (5) bernalar kritis, (6) kreatif. Keenamnya kita sebut dengan dimensi profil pelajar pancasila yang mencakup kompetensi (literasi dan numerasi) dan karakter (sikap) yang diawali dengan SDM unggul (kepala sekolah, guru). Secara umum, Program Sekolah Penggerak bertujuan untuk mendorong proses transformasi satuan pendidikan, agar dapat meningkatkan capaian hasil belajar peserta didik secara holistik baik dari aspek kompetensi kognitif maupun non-kognitif (karakter) dalam rangka mewujudkan Profil Pelajar Pancasila (P3). Transformasi yang diharapkan tidak hanya terbatas pada satuan pendidikan sekolah penggerak, tetapi dapat menginspirasi, serta memicu terciptanya ekosistem perubahan pada satuan pendidikan yang lain yang tterdekat, melalui pengimbasan. Untuk itu, sangat diperlukan kolaborasi dan keterbukaan untuk saling belajar, saling bergerak, saling tergerak dan saling menggerakan, sehingga satuan pendidikkan bisa bergerak bersama sama dan bersama sama bergerak menuju satuan pendidikkan yang berkualitas yang tercermin melalui terciptanya Profil Pelajar Pancasila, yakni pelajar yang cerdas dan berkarakter baik. Akhirnya, menakar sekolah penggerak untuk saat ini, memang belum bisa dinilai atau diukur kualitas output, apalagi outcomenya. Namun, kualitas tidak selalu di ukur dari angka, tetapi juga dari sikap. Dan sikap ini sangat dipengaruhi oleh mindset. Dan untuk mengubah mindset membutuhkan waktu dan proses. Oleh karena itu, layak ditunggu kualitas output dan outcome dari sekolah penggerak, seiring layak ditunggu nasib kurikulum merdekat di tahun 2024. ♦