Menjadi Saudara Dan Penjaga Bagi Sesama

Bacaan : Yeh. 33:7-9; Rm. 13: 8-10; Mat. 18: 15-20

 

Oleh : Lukas Lile Masan, Pr

BACAAN-bacaan suci pada hari Minggu biasa XXIII ini menekankan pentingnya menjadi saudara dan Penjaga bagi sesama. Dalam kata persaudaraan terkandung makna menjadi manusia yang mau hadir bagi sesamanya. Artinya kita hendaknya menjadi pribadi yang memberi perhatian satu sama lain, yang ingin berbagi dalam suka dan duka, pribadi yang ingin melayani, peduli dan mendukung satu sama lain. Sedangkan kata Penjaga merupakan kata benda dan secara harafiah berarti bertugas menjaga. Orang yang bertugas menjaga orang-orang atau tempat dari bahaya yang mungkin datang. Dia akan membunyikan tanda jika ada ancaman. Secara biblis, para nabi juga boleh disebut sebagai penjaga bagi bangsa Israel, karena mereka memperingatkan bangsa itu tentang kehancuran yang akan terjadi jika mereka tidak mau bertobat.

Kitab Yehezkiel dalam bacaan pertama memberitakan tentang panggilan Yhezkiel. Bahwa pembuangan yang dialami oleh bangsa Israel ke Babel disebabkan oleh dosa-dosa mereka, dan mengakibatkan mereka kehilangan status kemerdekaan sebagai anak-anak TUHAN. Di Pembuangan mereka menjadi bagian masyarakat Babilonia di sebelah utara. Selain itu, sebagian kaum buangan mereka sering dipaksa untuk kerja rodi pada bangunan-bangunan besar yang ditangani raja Nebukadnezar. Selama masa pembuangan orang-orang Israel memang diperbolehkan untuk meneruskan kebiasaan hidup masyarakatnya, tetapi sesungguhnya mereka menghadapi suatu zaman yang penuh kesukaran. Mereka tidak dapat menyembah Tuhan sebagaimana di Yerusalem sebelumnya, dan lama kelamaan ada yang mengikuti kultus dalam agama Babel dengan beragam daya tarik yang menggoda. Daya tarik inilah yang dari waktu ke waktu semakin menggoda dan menggoncangkan keyakinan orang-orang Israel. Di tengah kehidupan bangsa Israel tersebut, Allah memanggil Yehezkiel untuk menjadi penjaga umat-Nya itu. Di sini Yehezkiel bernubuat tentang kehancuran Yerusalem dan bait Allah. Sesungguhnya nubuatannya ini ditujukan bagi bangsa Israel yang ada di pembuangan. Terhadap kondisi seperti ini, Yehezkkiel berkewajiban untuk mengingatkan Israel. Yehezkiel memiliki tanggungjawab penuh atas Israel dan menjaga mereka agar tetap berada dijalan keselamatan. Jika Yehezkiel mengabaikan tugasnya maka Allah menuntut tanggungjawab atas Israel kepada Yehezkiel. Jika ada yang berbuat jahat, namun Yehezkiel tak menegur si jahat itu dan ia mati dalam dosa maka yang Allah tuntut adalah Yehezkiel karena orang tersebut mati dalam dosa.

Tuhan menegaskan bahwa jatuh dalam dosa bukan akhir dari segala-galanya. Memang benar bahwa Tuhan menghukum setiap orang yang berbuat dosa, tetapi Dia sebenarnya menghendaki kehidupan atau keselamatan bagi umat-Nya. Tuhan selalu memberi kesempatan kepada umat-Nya untuk bertobat. Kabar Gembira inilah yang harus disampaikan oleh Yehezkiel sebagai penjaga umat Israel. Kesadaran akan keberdosaan seharusnya membimbing umat Israel kepada pertobatan dan kehidupan, bukan keputusasaan. Pesan yang sama disampaikan oleh Yesus dalam bacaan Injil. Melalui Penginjil Matius Yesus bersabda,“Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.” Firman Yesus ini memberi nasihat kepada kita untuk tidak menghakimi sesama secara gegabah. Yesus menekankan pentingnya menjalin persaudaraan atas kasih dan kerendahan hati pun saling menjaga satu terhadap yang lain. Bahwa kita jangan menjadi hakim tetapi sebagai saudara pemberi petuah atau nasihat. Sangat jelas Tuhan Yesus mengajar bagaimana kita harus bersikap dan mengambil langkah saat mengetahui seseorang berbuat kesalahan. Yesus meminta kita supaya memberitahunya secara empat mata dan ketika itu berhasil, maka akan membawanya kembali pada kebenaran; sehingga ada kemungkinan api semangatnya tidak langsung padam ketika dia menyadari kesalahannya. Bukan sebaliknya, kita malahan ikut menyebarkan kesalahan seseorang, baik bisik-bisik dengan teman ataupun posting melalui medsos tanpa mengecek kebenaran berita tersebut.

Untuk kita renungkan: Apakah kita akan mengedepankan kasih, merangkul sesama dan menjadi berkat baginya atau justru kita mengambil bagian menjadi penghancur kehidupannya. Semoga kita semua para murid Kritus menjadi semakin bijak dalam menyikapi sesama kita yang bersalah. Kita hendaknya membawa kabar baik dan sukacita. Paus Fransiskus melalui Ensiklik Evangeli Gaudium mengajak kita para murid Kristus untuk menempatkan kegembiraan dan sukacita injil sebagai spirit dasar dalam perjumpaan. Dengan demikian kita mampu memulihkan kehidupan dan menjadikan dunia sebagai istana kehidupan yang penuh damai. ***