♦Renungan oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk
SEMANGAT PAGI, apakah Anda sehat? Saya berharap demikian. Jangan lupa untuk selalu bersyukur kepada Tuhan yang telah menganugerahkan nafas kehidupan dan hari yang baru kepada Anda.
Renungan hari ini terinspirasi dari Injil Lukas 18: 35 – 43, yakni Yesus menyembuhkan seorang buta dekat Yerikho. Dalam Injil Matius dan Lukas, si buta dan pengemis itu tidak disebutkan namanya. Namun, dalam Injil Markus si buta dan pengemis itu bernama Bartimeus, anak Timeus.
Bartimeus secara lahiriah mata indrawinya buta, namun secara rohani mata hati dan batinnya tidak. Hal ini terbukti ketika orang banyak lewat, dia bertanya ada apa itu? Kata orang itu: ” _Yesus, orang Nazaret, sedang lewat. Maka ia berseru: ” _Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!_”.
Seruan si buta itu sepertinya mengganggu orang-orang yang sedang berjalan bersama Yesus. Maka mereka melarang dia untuk diam. Tetapi Bartimeus tidak mengindahkannya dan malah membuat dia semakin kuat berseru, Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku. Usahanya melawan larangan orang banyak itu membuahkan hasil. Yesus mendengarkan seruannya yang kuat itu, sehingga Dia berhenti dan menyuruh orang mengantar Bartimeus orang buta itu kepada-Nya.
Betapa bahagianya Bartimeus, ia langsung menemui Yesus. Yesus bertanya kepadanya: ” _apa yang kau inginkan Ku perbuat bagimu?_”. Jawab Bartimeus: ” _Tuhan, semoga aku melihat!_”. Yesus berkata kepadanya: ” _melihatlah, imanmu telah menyelamatkan dikau_“. Pada saat itu juga ia melihat.
Demikianlah usaha dari Bartimeus orang buta itu yang dilandasi oleh imannya yang kuat untuk disembuhkan oleh Yesus. Buta mata indrawi secara lahiriah, tidak menghalanginya untuk berseru, berdoa kepada Yesus. Tidak hanya buta mata yang menghalanginya, melainkan juga orang di sekitarnya yang turut menghalanginya untuk berseru, berdoa kepada Yesus. Namun, semua halangan atau hambatan itu justru menjadi spirit baginya untuk semakin kuat, tekun ia berseru, berdoa kepada Yesus.
Jadi, mata indrawinya memang buta, tetapi mata hati dan batin, serta mata imannya tidak buta. Maka, mari kita belajar dari Bartimeus yang berani mengatasi keterbatasan atau halangan atau hambatan, baik yang berasal dari dalam diri sendiri maupun dari luar diri untuk berjumpa dengan Yesus dalam doa.
Iman yang kuat kepada Yesus, menjadikan kita kuat dan berani melawan berbagai hambatan atau tantangan dalam hidup, baik yang berasal dari dalam diri sendiri maupun yang berasal dari orang-orang di sekitar kita. Semoga harapan Bartimeus, menjadi harapan kita juga: ” _Tuhan, semoga aku melihat_”.
Tidak hanya mata indrawi kita, tetapi terlebih mata hati, batin serta mata iman kita untuk teguh percaya kepada Yesus. Mudah-mudahan.