Menaruh Dendam

♦Renungan oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk

 

 

SEMANGAT PAGI, para saudaraku ytk. Apa kabar para sahabatku di hari ini? Saya berharap para sahabatku dalam keadaan sehat dan bahagia.

Renungan hari ini terinspirasi dari Injil Markus 6: 14 – 29, yakni Yohanes Pembaptis dibunuh. Yohanes Pembaptis dibunuh karena didasari oleh dendam. Demikianlah akibatnya kalau kita menaruh dendam dengan orang lain, maka segala cara dilakukan, agar orang menderita bahkan binasa dan kita bahagia. Namun, kebahagiaan kita sifatnya semu belaka, karena sesungguhnya kita juga menderita, tersiksa oleh perasaan bersalah. Atau dihantui oleh perbuatan kita sendiri. Prinsipnya kita menaruh dendam dengan orang lain, tetapi kita sendiri juga pasti lebih menderita dan lebih tersiksa.

Dalam Injil hari ini, Herodes, Herodias dan anaknya, berkonspirasi atau menaruh dendam kepada Yohanes Pembaptis karena Yohanes Pembaptis pernah menegur Herodes yang mengambil Herodias istri saudaranya, untuk dijadikan istrinya. Rupanya teguran itu tidak diterima baik oleh Herodes, sehingga menimbulkan dendam. Ternyata tidak hanya Herodes yang menaruh dendam kepada Yohanes Pembaptis, melainkan juga Herodias dan putrinya. Pada moment yang tepat dendam Herodes, Herodias dan putrinya dieksekusi, sehingga kepala Yohanes Pembaptis dipenggal. Nyawa Yohanes Pembaptis melayang karena sebuah teguran akan hal yang benar.

Bagaimana dengan kita? Dalam hidup sehari-hari tentunya kita pernah menegur dan atau mungkin ditegur karena suatu perbuatan atau kesalahan atau kelalaian atau kelemahan kita. Dan terkadang juga, orang lain atau kita tidak bisa menerima teguran itu, walau mungkin teguran itu untuk maksud yang baik, baik bagi orang lain maupun bagi kita. Oleh karena itu, agar teguran itu tidak menimbulkan dendam, maka: pertama: teguran itu jangan di depan umum, melainkan dipanggil dan bicara dari hati ke hati. kedua: teguran itu harus pada tempatnya. Ketiga: teguran harus dilandasi oleh cinta, bukan karena benci atau tidak suka. keempat: harus rendah hati dan terbuka hati untuk menerima teguran, demi kebaikan diri kita, dan kebaikan bersama atau Bonum Commune.

Akhirnya, daripada kita menaruh dendam, lebih baik kita menyiapkan ruang untuk berdamai, dan untuk berprasangka baik, serta untuk berpikir positif, yakni teguran karena cinta atau teguran karena kasih dan sayang pada kita. Semoga demikian.