Kerendahan Hati Vs Kesombongan

♦Renungan oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk

 

 

DAMAI SEJAHTERA, bagi para saudaraku ytk. Saya berharap menjumpai para saudaraku dalam keadaan damai, sehat dan bahagia dalam menjalankan puasa dan pantang di masa prapaskah ini. Agar hal ini terwujud dengan baik, kuncinya adalah para saudaraku harus menjaga suasana hati, perasaan dan pikiran, dengan selalu terarah kepada Tuhan.

Renungan hari ini terinspirasi dari Injil Lukas 18: 9 – 14, yakni perumpamaan tentang orang Farisi dengan pemungut cukai. Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus menceritakan perumpamaan tentang dua orang yang berdoa di Bait Allah: seorang Farisi yang MERASA diri BENAR dan seorang lagi pemungut cukai yang BERDOSA. Orang Farisi BERDOA dengan penuh KESOMBONGAN, membandingkan diri dengan orang lain dan MENYOMBONGKAN kesalehannya dengan berpuasa, dan beramal kasih. Sebaliknya, pemungut cukai bahkan tidak BERANI menengadah ke langit, tetapi MEMUKUL diri sambil berkata, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.”

Yesus menegaskan bahwa pemungut cukai pulang sebagai orang yang DIBENARKAN oleh Allah, dan BUKAN orang Farisi. MENGAPA? Karena KERENDAHAN hati dan PENGAKUAN akan KETIDAKLAYAKAN adalah KUNCI untuk menerima belas kasih Tuhan.

PESAN untuk Kita:
Pertama: Bahaya kesombongan rohani Ketika kita merasa lebih suci, lebih saleh, lebih alim, lebih baik, atau lebih layak dari orang lain, atau MERASA LEBIH…alias ada KESOMBONGAN, kita justru MENJAUH dari HATI Tuhan. Kedua: Kuasa kerendahan hati PENGAKUAN yang jujur akan KELEMAHAN dan DOSA kita, justru akan MEMBUKA pintu bagi ANUGERAH Allah bagi kita. Ketiga: Doa yang menyentuh hati Tuhan, BUKANLAH daftar prestasi, tetapi KETERGANTUNGAN penuh pada KEMURAHAN-NYA. Tuhan bersabda: Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan; dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Lukas 18:14).

Akhirnya, harus disadari bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari, terkadang mudah bagi kita untuk terjebak dalam sikap merasa lebih…..daripada orang lain. Namun, Tuhan mengingatkan kita bahwa kedekatan dengan-Nya bukan ditentukan oleh KESOMBONGAN atas KELEBIHAN kita, tetapi oleh KESADARAN akan kebutuhan kita akan KASIH karunia-Nya. MAKA, mari kita BELAJAR untuk RENDAH HATI, mengakui KELEMAHAN, dan selalu MENGANDALKAN Tuhan dalam segala hal.

Pertanyaan Refleksi:
1. Sudahkah kita bersikap seperti pemungut cukai yang RENDAH hati, ataukah kita masih MEMANDANG rendah orang lain seperti orang Farisi? Tuhan MELIHAT HATI, bukan PENAMPILAN luar.
2. Apakah selama ini doa-doa kita lebih mirip orang Farisi atau pemungut cukai?
3. Di mana kita perlu lebih rendah hati dan mengakui ketergantungan mutlak pada Tuhan?

SEMOGA kita BELAJAR menghampiri Allah BUKAN dengan KEBANGGAAN, tetapi dengan KERENDAHAN hati. Mudah-mudahan. Selamat berakhir pekan.