♦Renungan oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk
DAMAI SEJAHTERA, bagi para saudaraku ytk. Saya berharap menjumpai para saudaraku dalam keadaan damai, sehat dan bahagia selama menjalankan puasa dan pantang di masa prapaskah ini. Hal ini dapat terwujud, apabila para saudaraku bisa menjaga hati, perasaan dan pikiran, agar tidak terjerumus ke dalam dosa. Pada hari ini kita memasuki hari Minggu Prapaskah IV.
Renungan hari ini terinspirasi dari Injil Lukas 15: 1 – 3. 11 – 32, yakni perumpamaan tentang domba yang hilang dan perumpamaan tentang anak yang hilang. Dalam bacaan Injil hari ini, ada dua perumpamaan yang diceritakan oleh Yesus, yakni domba yang hilang dan anak yang hilang. Melalui dua perumpamaan ini, kita melihat gambaran yang mendalam tentang KASIH Allah. Ia adalah Gembala yang MENINGGALKAN 99 domba demi menemukan satu yang TERSESAT; Ia juga adalah Bapa yang berlari MENYAMBUT anak yang telah JAUH dari JALAN -NYA. Hal ini mengingatkan kita bahwa KASIH dan PENGAMPUNAN Allah tidak mengenal batas, Ia selalu MENCARI kita, bahkan di saat kita merasa tidak LAYAK untuk ditemukan. Namun, lihatlah HATI Allah yang penuh belas KASIH terhadap orang BERDOSA, termasuk kita, sebagaimana yang digambarkan dalam perumpamaan tadi. Yesus telah menunjukkan bahwa KASIH Allah Bapak di surga tidak pernah BERHENTI mencari dan MENYAMBUT kita yang tersesat karena dosa. Oleh karena itu, ada hal yang perlu kita renungkan, yakni: Pertama: Allah Aktif Mencari Kita: Seperti gembala yang meninggalkan 99 domba untuk mencari satu yang HILANG, Allah tidak rela satu pun anak-Nya BINASA. Ia datang terutama bagi kita yang tersesat, orang berdosa, pemungut cukai, dan yang dianggap “tidak layak” oleh dunia, dalam diri Yesus Sang Gembala Agung. Kedua: Pertobatan yang Disambut Sukacita:
anak bungsu yang menyia-nyiakan warisannya melambangkan kita manusia yang memberontak terhadap Allah. Namun, yang luar biasanya adalah ketika ia sadar dan kembali, Sang Bapak justru berlari MENYAMBUTnya. Ini menggambarkan betapa Allah rindu mengampuni dan memulihkan kita, sekalipun DOSA dan kesalahan kita besar. Ketiga: Bahaya Hati yang Kaku:
respons anak sulung mengingatkan kita akan bahaya IRI HATI dan LEGALISME. Ia MARAH karena adiknya DITERIMA kembali, padahal KASIH Allah Bapak bukanlah TRANSAKSI. Kita DISELAMATKAN oleh ANUGERAH, dan bukan usaha sendiri.
Pertanyaan Refleksi:
1. Apakah kita pernah merasa “terlalu jauh” dari kasih Allah? Ingatlah: Bapak selalu menantikan langkah pertobatan
kita.
2. Apakah kita seperti anak sulung, menghakimi orang lain yang bertobat? Kasih Allah terbuka bagi semua orang.
3. Apakah kita menyadari KASIH Allah yang terus mencari kita? Dan, bagaimana kita. dapat meneladani KASIH Allah dalam hidup kita, untuk menerima kembali yang hilang di sekitar kita?
Marilah kita belajar dari anak yang bungsu yang menyadari kesalahannya, namun dia memiliki NIAT untuk BERTOBAT. Ingatlah NIAT saja tidak cukup, tetapi diikuti dengan TINDAKAN nyata dengan BERBENAH, BERTOBAT dan BERBUAH. Semoga. Selamat berhari Minggu.