♦Renungan oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, BHK
SALVE bagimu para saudaraku ytk.dalam Kristus Tuhan. Apakah Anda selalu meluangkan waktu untuk berdoa kepada Tuhan? Atau Anda memberi waktu luang untuk berdoa kepada Tuhan? Ingat, Tuhan telah mengajarkan doa Bapa Kami kepada kita. Maka, kita harus tekun dan setia untuk berdoa Bapa Kami.
Renungan hari ini terinspirasi dari Injil Lukas 11: 1 – 4, yakni hal berdoa. Dalam bacaan Injil hari ini, kita melihat bahwa seluruh hidup Yesus bernafaskan doa. Ia berdoa di pagi hari, sebelum mengambil keputusan besar, saat menghadapi penderitaan, dan bahkan di atas salib. Doa bukan sekadar rutinitas bagi-Nya, melainkan napas hidup yang menghubungkan-Nya dengan Sang Bapa. Itulah sebabnya, ketika Yesus selesai berdoa, seorang murid berkata, “Tuhan, ajarilah kami berdoa.” Permintaan yang sederhana, namun sangat dalam. Murid itu tidak meminta mukjizat, kekuatan, atau pengajaran teologis, ia meminta cara berelasi dengan Allah. Yesus pun mengajarkan doa yang paling agung: Doa Bapa Kami. Doa ini tampak sederhana, namun sesungguhnya sempurna, karena berasal dari Tuhan sendiri. Setiap frasa mengandung makna yang dalam, bila kita sungguh menghayatinya: _Pertama_ *Bapa kami yang ada di Surga, mengundang kita masuk dalam relasi penuh kasih dengan Allah*. _Kedua_ *Datanglah Kerajaan-Mu adalah seruan untuk hidup dalam nilai-nilai Ilahi*. _Ketiga_ *Berilah kami rezeki pada hari ini, dan ampunilah kesalahan kami, menunjukkan kebergantungan dan kerendahan hati*. _Keempat_ *Janganlah masukan kami ke dalam pencobaan adalah pengakuan akan kelemahan manusiawi*. Jadi, doa ini memiliki dua dimensi yang saling melengkapi: _Pertama_ *Vertikal*: relasi kita dengan Tuhan: penyembahan, penyerahan, dan pengharapan. _Kedua_ *Horizontal*: relasi kita dengan sesama: pengampunan, keadilan, dan solidaritas. Namun, sering kali kita hanya melafalkannya tanpa makna. Kata-kata yang seharusnya menjadi jembatan menuju HATI Allah, berubah menjadi rutinitas kosong. Maka, mari kita kembali ke permohonan murid itu: Tuhan, ajarilah kami berdoa. Akhirnya, mari kita mendoakan Doa Bapa Kami dengan HATI yang terbuka, pikiran yang jernih, dan jiwa yang rindu akan Tuhan. Karena ketika kita berdoa seperti yang Yesus ajarkan, kita tidak hanya berbicara kepada Allah, tetapi kita sedang dibentuk oleh-Nya.
*Pertanyaan refleksi:*
1. Seberapa sering saya berdoa dengan hati yang sungguh terarah kepada Tuhan, bukan sekadar melafalkan kata-kata?
2. Bagaimana doa Bapa Kami membentuk cara saya berelasi dengan Tuhan dan sesama dalam kehidupan sehari-hari?
3. Apa satu frasa dalam doa Bapa Kami yang paling menyentuh saya saat ini, dan mengapa?
Selamat berefleksi.





