Di tengah suasana sukacita merayakan usia 70 tahun GMIT dan 500 tahun reformasi gereja, sebuah kabar gembira dari Swiss menyatakan bahwa Pdt. Dr. Mery Kolimon dinobatkan sebagai peraih penghargaan Sylvia Michel Prize.
Sylvia Michel Prize merupakan penghargaan berskala internasional yang dianugerahkan kepada perempuan-perempuan bersahaja, baik secara individu maupun berkelompok, yang berinisiatif dan berperan aktif dalam memajukan peranan kaum perempuan di sektor kepemimpinan gereja dan masyarakat. Penghargaan ini merupakan penghormatan terhadap Sylvia-Michel, yang merupakan ketua sinode pertama dari Gereja Reformed Argovia di Swiss.
Penghargaan dua tahunan itu dikelola oleh Reformed Cantonal Church of Argovia (Gereja Reformasi Kanton Argovia) di Swiss dan World Communion of Reformed Churches/WCRC (Persekutuan Gereja-Gereja Reformasi Sedunia). Sekretaris Eksekutif WCRC untuk Keadilan dan Kemitraan, Arce Valentin, mengatakan: “Bagi kami isu pemberdayaan perempuan adalah isu keadilan, dan kami adalah persekutuan yang berkomitmen kepada keadilan”.
Saat ditanyai apa makna penghargaan itu bagi dirinya, Pdt. Mery mengatakan, “Bagi saya, penghargaan itu bukan untuk pribadi saya saja. Kalau saya bukan pendeta (GMIT), belum tentu saya dinominasikan,” ujarnya lugas. Menurut Pdt. Mery, salah satu faktor yang membuat dirinya dinominasikan dan terpilih meraih penghargaan tersebut karena gereja (GMIT) memilihnya menjadi ketua sinode. Tentu selain itu dewan juri telah juga membaca curriculum vitae dan track record mereka yang dinominasikan.
Dalam sejarahnya, penghargaan ini didedikasikan kepada ketua sinode perempuan pertama dari Reformed Cantonal Church of Argovia, yang bernama Pdt. Sylvie-Michel. Secara berturut, pada tahun 2013 dan 2015 yang lalu peraih penghargaan disabet oleh dua orang perempuan yang masing-masing berasal dari Korea dan Afrika dengan latar belakang akademisi dan aktivis pemberdayaan perempuan.
“Saya tidak melamar untuk dinominasikan dan kemudian dipilih. Rupanya sejumlah kawan saya di Eropa yang mengenali pelayanan saya menominasikan saya dan kemudian diumumkan bahwa dari sejumlah nama yang dinominasikan sayalah yang terpilih”, demikian ungkap Pdt. Mery.
Ditengah kerasnya perjuangan banyak pihak menuntut kesetaraan dan keadilan jender, misiolog lulusan Theologische Universiteit Kampen-Belanda ini, menerangkan bahwa GMIT on the right track, ketika GMIT mempercayakan perempuan sebagai pemimpin gereja. Dan itu menginspirasi banyak gereja di dunia, karena belum semua gereja mengakui kepemimpinan bahkan menerima perempuan sebagai pendeta, termasuk di beberapa gereja Protestan.
Bertepatan dengan momentum perayaan 500 tahun gereja reformasi saat ini, kata Pdt. Mery, GMIT sebagai bagian dari gereja reformasi se-dunia, tidak saja belajar dari tradisi reformasi tetapi juga turut membentuk wajah gereja Reformasi sedunia hari ini.
Rencananya, acara penghargaan ini akan berlangsung pada 4 Maret 2018 mendatang. Pihak pengelola menyediakan hadiah sebesar USD 5000 (Lima Ribu Dollar) untuk penerima penghargaan ini. Jumlah yang tidak sedikit tersebut menjadi simbol penghargaan kepada para pejuang keadilan dan kesetaraan jender.
Uang senilai 5000 USD atau setara Rp. 70 juta tersebut menurut pengakuan Pdt. Mery, rencananya akan didonasikan kepada GMIT. “Penghargaan ini akan saya dedikasikan kepada gereja saya. Kita di GMIT sedang bergumul dengan dua isu, yakni pendidikan dan perdagangan orang. Jadi dana itu bila nanti kita terima akan kita dedikasikan untuk kedua isu yang sedang digumuli GMIT sekarang. Kita sedang membangun shelter korban perdagangan orang yang kita harapkan nanti dipersidangan Majelis Sinode 2018 bisa diluncurkan,” jelas Pdt Mery.
Menurut informasi tertulis yang dipublikasikan oleh Gereja Reformasi Kanton Argovia, mereka yang dapat menjadi nominator penghargaan Sylvia Michel adalah:
n organisasi perempuan yang dipayungi gereja;
n grup perempuan yang bekerja dalam kemitraan dengan kaum laki-laki dalam memajukan perempuan dan kepemimpinan;
n tokoh individu, termasuk pelayan gereja yang ditahbis dan pelayan awam.
Sumber yang sama menyebutkan bahwa Penghargaan Sylvia Michel dianugerahkan kepada para nominator yang tengah melaksanakan sebuah program kerja dengan berorientasi pada tujuan-tujuan pencapaian seperti:
n Mempromosikan pendidikan dan kesadaran di dalam dan di antara gereja-gereja tentang hak-hak kesetaraan perempuan dan kapasitas perempuan bagi posisi kepemimpinan dalam gereja.
n Bekerja bagi posisi kepemimpinan perempuan yang setara dalam gereja-gereja Reformasi di seluruh dunia.
n Membangun kapasitas perempuan melalui pelatihan dan mentorat.
n Terlibat dalam penelitian yang berorientasi pada aksi (action-oriented research). Penelitian dimaksud berfokus pada perempuan dan kepemimpinan dalam gereja, dan bertujuan untuk memajukan perempuan dalam menjalani peran kepemimpinan.
n Membangun kemitraan antara laki-laki dan perempuan dalam kepemimpinan gereja.
Semenjak terpilih sebagai Ketua Majelis Sinode perempuan pertama di Gereja dengan anggota jemaat terbesar kedua di Indonesia ini, Pdt. Mery giat mendorong anggota jemaat untuk memajukan pendidikan, teologi kontekstual, dan misi holistik di bidang kemanusiaan bagi korban pelanggaran HAM dan perdagangan manusia. Dia juga pernah menjadi coordinator Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT) yang melakukan penelitian, publikasi dan advokasi terkait perempuan, agama, dan budaya. Kepemimpinannya telah menorehkan sejarah baru bagi GMIT dalam mewujud-nyatakan keadilan holistik berbasis jender. ♦ www.sinondegmit.or.id