Pantai Leli jadi Obyek wisata baru bagi warga Rote

Pantai Leli di Rote Ndao

WILAYAH Kabupaten Rote Ndao, kaya akan panorama lautnya, bukan saja Pantai Nemberala di Kecamatan Rote Barat, tetapi saat ini, Pantai Leli terletak di Desa Baudale Kecamatan Rote Tenggah menjadi Obyek wisata baru pad sore hari bagi warga Rote Ndao, karena memiliki keindahan pasir, dan juga dibibit pantai ada panorama batu yang menarik demikian diungkapkan Anita Ndun warga Kelurahan Oelunggu saat ditemui EXPO NTT, Senin, 25 April 2016
Modalnya hanya sebuah ember dan pengungkit besi mirip obeng. Untuk melindungi tapak kaki dari tajamnya karang mereka mengenakan sandal maupun sepatu karet. “Ini sudah tradisi turun temurun,” warga setempat sambil membungkuk mengambil sesuatu yang melekat kuat di balik ceruk karang. Sesaat kemudian tangan Wanita berkulit legam itu mengarah ke ember yang tergantung di tangan kirinya. Sebiji benda bercangkang dijatuhkan ke dalamnya hingga menciptakan bunyi benturan kecil. Tak sampai setengah jam, ember kecil bekas wadah cat tembok 1 literan seperempat bagiannya sudah terisi aneka bentuk dengan warna hitam kecoklatan.
Menurut Anita, selama ini pantai ini menjadi tempat wisata bagi warga masyarakat di kecamatan Rote Tengah dan Desa Oelunggu di kecamatan Lobalaian, pada sore hari warga berbondong-bondong untuk mengais rejeki dengan membawa ember untuk ambil hasil laut digenangan air laut, sedangkan warga lain hanya datang untuk berfoto dan bermain pasir. Karena memang lokasi ini mudah letaknya dipingir jalan Raya Ba’a- Pantai Baru.
Bahkan banyak kepala keluarga dari Desa Oelungu mencari kerang saat air surut menjadi bagian dari kehidupan. Untuk memastikan permukaan air menyusut dan aman dijamah, Dapat dipastikan 2 kali dalam sebulan fenomena alam itu terjadi. Yaitu tanggal muda dan bulan purnama.
Jika alam bersahabat mereka biasanya turun ke laut hingga 2 kali sehari. Mereka mulai menyisir pantai sekitar pukul 02.00 WIB dinihari dan baru naik ke daratan saat air laut pasang sekitar pukul 06.00 WIB pagi harinya. Mereka mengulang aktivitas yang sama ketika air mulai surut pada pukul 15.00 WIB hingga selepas petang.
Kendati sekedar sambilan, karena warga rata-rata sebagai petani lading, namun hasil tangkapan yang mereka bawa pulang diakui menjadi penopang kebutuhan lauk sehari-hari. Sentuhan tangan-tangan terampil para perempuan kampung nelayan mampu menyulap protensi bahari itu menjadi menu bercita rasa tinggi. Sebut saja siput goreng kering disajikan dengan sambal,siput kuah bumbu pedas atau pepes siput kenyal. Semua dijamin membangkitkan selera.”Kalau dapatnya banyak kadang sampai dijual,” kata Anita warga lain yang menenteng ember warna biru.
Mengolah kerang menjadi makanan siap saji, dibutuhkan kejelian. Apalagi, jenis kerang yang mereka dapatkan beragam. Bahkan jika nasib mujur, mereka acap kali mendapat makhluk laut lain, semisal gurita atau cumi-cumi. Salah-salah, dapat melukai tangan orang yang memasaknya.
“Kalau yang siput biasa cukup dipecah cangkangnya terus dibersihkan. Tapi kalau yang seperti ini harus lebih hati-hati,” Hari itu, panen siput cukup melimpah. Setidaknya, hal itu tergambar dari ember-ember yang tak lagi gontai saat dibawa pulang pemiliknya. Malahan, sebagian nyaris penuh dengan siput beragam jenis dan ukuran. Mereka akan kembali berbondong-bondong beradu untung mengais rejeki di antara kekayaan hayati Pulau Terselan ini. Anita tidak berharap banyak kepda pemerintah Kabupaten Rote Ndao untuk mengembangkan lokasi tersebut menjadi wisata. Namum kalau dikembangkan sangat cocok karena letaknya tak jauh dari kemukimam warga dan juga sangat strategis dipingir jalan. ♦ ido