Anggota DPRD NTT Drs. Junus Naisunis dari daerah pemilihan Kabupaten Kupang mendesak Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten Kupang untuk segera bangun Amfoang secara menyeluruh. “ Sangat disayangkan, Indonesia sudah 70 tahun merdeka, tetapi Amfoang Utara maupun Amfoang Selatan masih miskin. Tidak hanya miskin sandang, papan dan pangan, tetapi juga infrastruktur. Padahal, Amfoang juga bagian dari NKRI, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengapa daerah ini dibiarkan miskin, mengapa, mengapa. Saya minta dengan momen 70 tahun Indonesia merdeka, segera bangun daerah ini. Saya teriak terus sampai pemerintah serius memperhatikan daerah ini. Tidak dapat dibayangkan dengan akal sehat manusia. Masyarakat yang berada di Negara Timor Leste hidupnya sejahtera. Menikmati penerangan listrik siang dan malam, menikmati jalan yang bagus, tetapi mengapa masyarakat Indonesia yang berbatasan langsung masih hidup dibawa garis kemiskinan? Ini sudah keterlaluan. Keterlalauan saya bilang.” Keluhan ini disampaikan Drs. Junus Naisunis kepada EXPO NTT Kamis 6 Agustus 2015 di DPRD NTT. Anggota Komisi I DPRD NTT ini juga mendesak pemerintah pusat, khususnya Kementerian PU agar segera membangun jalan poros tengah.” Jalan ini menghubungkan langsung masyarakat Kabupaten Kupang dan masyarakat Oekusi di Negara tetangga. Dan saya minta kontraktor yang sedang kerja jalan poros tengah saat ini, jangan kerja asal-asalan. Saya sudah lihat kerjanya kurang bagus. Saya dan kawan-kawan senin depan ke sana lagi,” tegas Naisunis. Seperti diwartakan sebelumnya,Wakil Ketua Komisi I Leinardy Ahas meminta Pemerintah Pusat segera menyelesaikan sengketa tapal batas antara Oekusi-Oepoli Kabupaten Kupang.” Sifatnya, sangat segera dan urgen. Pemerintah pusat harus segera menyelesaikan sengketa tapal batas antara Oekusi-Amfoang Utara Kabupaten Kupang. Sebab saat ini, masyarakat diperbatasan sudah mengeluh. Terjadi kesenjangan kesejahteraan antara masyarakat di Oekusi Timor Leste dan orang kita Indonesia. Ada gizi buruk, kemiskinan dan infrastruktur yang sangat buruk. Ada sejumlah kali yang sangat lebar dan tentu saja akan menyulitkan masyarakat terutama dimusim penghujan. Ini menjadi persoalan yang tidak boleh dibiarkan oleh pemerintah pusat.Jangan jadikan masalah perbatasan sebagai ATM-nya pejabat pusat maupun daerah.Tetapi segera benahi. Apa lagi yang saya dengar keluhan masyarakat masyarakat dari Timor Leste menyerobot lebih dari satu atau dua kilometer. Di Wini misalnya, masyarakat di Timor Leste menikmati penerangan listrik.Pada malam hari terang benderang, sementara di Wini Indonesia kalau malam gelap gulita. Sangat prihatin.” Permintaan ini disampaikan Leinardy Ahas kepada wartawan di DPRD NTT Kamis 23 Juli 2015 siang. Keluhan masyarakat, kata Leonardy Ahas, setelah rombongan Komisi I yang dipimpin Ketua Komisi Maxi Ebu Tho beberapa pekan silam.” Hanya satu permintaan saya, pemerintah NTT dan Kabupaten Kupang segera koordinasi dengan pemerintah pusat. Persoalannya, masalah perbatasan antar Negara adalah wewenang pemerintah pusat,” imbuh Leonardy Ahas yang berjanji akan melaporkan secara tertulis kepada pemerintah NTT dan Pusat melalui Komisi I DPRD NTT. Menurut Bupati Kupang melalui telepon kepada EXPO NTT Kamis 23 Juli 2015,” Masalah tapal batas antara Oekusi dan Oepoli harus menggunakan hukum adat. Tidak bisa menerapkan persoalan tapal batas dengan hukum yang berlaku,atau hukum Belanda dulu. Masyarakat baik di Oekusi Timor Leste dan Oepoli Amfoang masih satu suku, satu kekerabatan yang sangat kental. Jadi saya minta kepada pemerintah pusat, agar menyelesaikan sengketa di tapal batas antara Indonesia dan Timor Leste harus menggunakan hukum adat setempat. Mereka masih satu adat,yaitu adat Timor. Mereka orang Timor baik di sebelah maupun di Indonesia. Kita pakai sumpah adat, biar mereka takut mati kalau langgar adat. Saya sudah sampaikan tertulis kepada pemerintah pusat tetapi tidak ada tanggapan.Juga kita sudah lapor tertulis kepada Dirjen PUOD, Kepala Badan Nasional Perbatasan. Tetapi sampai saat ini tidak ada tanggapan. Pernah janji mau kirim surat ke saya, sampai saat ini juga tidak jelas.Jadi di sana sudah ada masalah yang harus diselesaikan sesegera mungkin. Pemerintah pusat mesti segera bangun infrastruktur, jalan harus diprioritaskan sebagai rua jalan nasional strategis. Di perbatasan mesti segera bangun kantor terpadu, termasuk imigrasi dan lain-lain. Sebab menurut saya, Pemerintah Pusat sudah kalah secara politik.Siapa yang bertanggungjawab kalau rakyat dari Kabupaten Kupang menyeberang ke Oekusi. Karena di sana pelayanannya lebih baik.” Seperti sudah diberitakan media ini, Bupati Kupang Ayub Titu Eki bersama sejumlah tokoh masyarakat (Tomas) Selasa 18 November 2014 membahas penyelesaian konflik tapat batas antar Negara Indonesia-Timor Leste khususnya perbatasan langsung Kabupaten Kupang-Oekusi Negara Timor Leste. Menurut Ayub Titu Eki, persoalan tapal batas antar Negara khususnya Oekusi dan Amfoang Timor bisa diselesaikan dengan pendekatan adat dan budaya.Pemerintah pusat, tegas Titu Eki seharusnya memberi kepercayaan kepada pemerintah lokal, tokoh masyarakat dalam menyelesaikan tapal batas. “Mengapa, karena masyarakat baik di Oekusi maupun Amfoang Timur masih bersaudara, masih punya hubungan kekeluargaan dan punya adat dan budaya yang sama. Kami masih bersaudara. Menurut sejumlah Tomas yang hadir dalam pertemuan dengan pejabat dari BNPP RI, sangat jelas bahwa pemerintah pusat terkesan memaksa kehendak. Padahal Tomas, dalam dialog sudah menegaskan bahwa sejak zaman sebelum kemerdekaan, masyarakat di Amfoang Timur maupun masyarakat di Oekusi hidup aman dan tentram. Jadi dibutuhkan kearifan lokal dalam penyelesaian tapal batas antar Negara khususnya di Kabupaten Kupang dan Oekusi,” jelas Ayu Titu Eki yang dihubungi melalui telepon. Dalam pertemuan yang berlangsung di Hotel Orchadrdz Jakarta, tegas Ayub Titu Eki, belum ada kesepahaman antara BNPP dengan Pemkab Kupang dan Tomas. “Nanti ada peremuan lanjutan, karena dalam audiens yang juga dihadiri sejumlah anggota dewan, belum ditemukan kesepahaman karena Pemkab dan Tokoh Masyarakat dari TTU dan Belu tidak hadir. Namun saya tetap tegaskan agar permasalahan tapal batas antara Pemkab Kupang dalam hal ini Indonesia dan Timor Leste khususnya Amfoang Timur dan oekusi harus menggunakan kearifan lokal,” imbuh Titu Eki. Pertemuan lanjutan, tegas Titu Eki, masih menunggu TOR (Term Of Refrens) dari BNPP.” Ya kita tunggu saja, namun sekali lagi saya tegaskan bahwa harus memanfaatkan kearifan lokal. Sebab, masyarakat, baik di Oekusi maupun di Amfoang masih bersaudara, masih satu keturunan. Jadi harus menggunakan karifan lokal,” jelas Titu Eki.
wjr