Tahun 2015 ini pemerintah sedang gencar-gencarnya menggalakan program sejuta rumah. Namun, tahukah Anda bahwa di sejumlah daerah, program-program perumahan untuk masyarakat kelas bawah pada periode lalu kini tengah panen hasilnya? Panen yang dimaksudkan, bukan berarti telah tersedianya hunian yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), melainkan diseretnya pihak-pihak terkait ke pengadilan karena anggarannya dikorupsi. Rumah123.com mencatat, pengadilan di Kupang-NTT dalam masa-masa ini sedang disibukan untuk menangani kasus yang meraibkan sekira Rp25 miliar anggaran dari Kementerian Perumahan Rakyat periode kepemimpinan Djan Faridz itu.
Beberapa kabupaten yang proyek perumahan untuk MBR menuai masalah antara lain di Flores Timur yang anggarannya sebesar Rp1,3 miliar namun rumah yang dibangun hanya 3 unit sekelas RSS, itu pun tidak tuntas. Lain lagi di Kabupaten Alor, ada beberapa paket proyek nilainya mencapai Rp15 miliar dengan realisasi pekerjaan tidak lebih 50% namun anggaran sudah dicairkan seluruhnya.
Di Kota Kupang, kota pertama dan terbesar di NTT, proyek rumah untuk masyarakat kurang mampu dengan nilai rumah per unit berkisara di angka Rp25 jutaan itu pun menuai kasus. Sekira Rp12 miliar total nilai proyek di sini yang raib dengan realisasi pembangunan rumah yang hanya 100 unit dari total 500 unit yang dianggarkan.
Beberapa kabupaten lain yang juga mendulang masalah dalam proyek ini, antara lain Kabupaten Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Belu. Para birokrat di Pemda seperti PPK (pejabat pembuat komitmen) dalam proyek ini, terjerat hukum, sekalipun kontraktor dan konsultan untuk proyek ini mayoritas adalah orang dari pusat, Jakarta.
Proyek ini sesungguhnya adalah gawean pemerintah pusat yang didistribusikan ke seluruh wilayah NTT. Karena kasus ini pula, mantan Menpera Djan Faridz pun sempat diperiksa oleh Kejaksaan Agung RI beberapa waktu lalu. Sedangkan, Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Proyek MBR Rumah Cetak di NTT, Dr. Hairul Sitepu saat ini sudah mendekam di rumah tahanan di Kupang, NTT.
“NTT jadi lahan untuk orang Jakarta melakukan praktik korupsi dan menyeret-nyeret pejabat lokal. Kesannya, orang NTT yang melakukan korupsi berjemaah, padahal orang Kemenpera yang memakan habis uang perumahan untuk orang miskin di NTT. Kasus ini jadi pembelajaran bagi daerah lain di Indonesia, jangan mau jadi kompleks perkebunan tempat pejabat-pejabat di Jakarta melancarkan praktik korupsi mereka,” ujar Lambertus, seorang tokoh masyarakat di Flores Timur, belum lama ini.
Ferdinand Lamak
sumber : rumah123.com