Alumi PGRI Kupang Minta Sumbangan Masyarakat

Ke Jakarta bertemu Menristek soal status tidak jelas 2324 lulusan

SEJUMLAH alumni yang telah menyandang ijzah sarjana dari Universitas PGRI Kupang Nusa Tenggara Timur saat ini sedang berjuang mencari dana. Cara mencari dana sama halnya dengan tukang minta-minta sambil membawa kotak amal keliling kota Kupang. Pada kota dari kardus tertulis,” Mohon sumbangan sukarela ala kadarnya. Tertulis pula mau ke Jakarta ketemu Menristek RI.”
Ketika ditanya EXPONTT, salah satu alumni menjawab,” Kami sedang mencari dana dengan meminta sumbangan dari masyarakat. Ya menyumbang secara sukarela. Sebab, nasib kami sebanyak 2324 sarjana lulusan Universitas PGRI tidak jelas. Nasib kami tidak jelas. Mau melamar kerja baik instansi swasta maupun pemerintah tidak diterima karena ditandatangani Samuel Haning yang ternyata bergelar doctor palsu. Kami sekitar 20-an orang mau ke Jakarta ingin konfirmasi langsung kepada Menristek RI soal nasib kami ke depan,” ujar salah satu alumni kepada EXPO NTT di pelataran belakang DPRD NTT Kamis 10 September 2015.
Selain membawa kotak amal, salah satu alumni juga membagikan selebaran kepada masyarakat. Selebaran berjudul, ”Korban wisudawan Alumi Universitas PGRI NTT berjumlah 2324 orang.” Isi selebaran itu, berupa kronologis ketidaklegalitasnya ijajzah alumni berisi enam poin.
Pertama adanya SK pemecatan dari YPLI PT PGRI NTT terhadap Semuel Haning sebagai Rektor Universitas PGRI NTT No 002/SK/YPLP PT PGRI NTT tahun 2014.
Kedua, Adanya SK Menristekdikti  nomor 2593/E2.3/KL/2015 melarang Universitas PGRI melakukan wisuda, tetapi Semuel Haning selaku rektor melakukan wisuda. Ketiga, pada periode April 2014 Semuel Haning mewisuda dan menandatangani serta menggunakan gelar doctor (dinyatakan tidak sah).
Keempat, Periode September 2014, Semuel Haning melakukan wisuda dan menandatangani ijazah dengan tidak lagi menggunakan gelar doctor, serta gelar Dekan FKIP berubah-ubah. Kelima, pada periode Mei 2015, Semuel Haning melakukan wisuda dan menandatangani ijazah dengan tidak lagi menggunakan gelar doctor, serta gelar Dekan FKIP berubah-ubah serta kop surat Yayasan PGRI pun berubah.
Keenam, untuk mencari kejelasan terkait point 1-5,” Maka kami Ikatan Alumni melakukan gerakan sumbangan sukarela untuk memfasilitasi perwakilan alumni bertemu langsung dengan Menristekdikti RI terkait ijazah alumni yang dinyatakan tidak sah.”
Para alumni ini ketika berada di belakang pelataran DPRD NTT sempat berpapasan dengan sejumlah anggota dewan termasuk Wakil Ketua DPRD NTT Nelson Obed Matara. Ketika si pembawa kotak amal memohon, Nelson Matara bilang,” Kami lebih sumbang langsung ke masyarakat yang lebih susah daripada kepada para alumni PGRI.” Bahkan sejumlah anggota dewan, salah satunya anggota dewan Wellem Kale, dari Partai Nasdem, Fridus Seran dari Partai Golkar acuh saja melihat sesama anak negeri memperjuangkan nasib.
Kedua alumni yang satu membawa kotak dus dan seorang membawa selebaran hanya mengucapkan kalimat,” terima kasih bapak dewan” sambil berlalu. Sampai kapan nasib 2324 alumni yang ijzahnya tidak diakui?

wjr