Analisa semantik atas pernyataan media “Kasus MTN Bank NTT dinyatakan selesai ada pada kurator”

Oleh : Marsel Nagus Ahang, S.H.

Ketua LSM/ LPPDM (Lembaga Pengkajian Penilitian Demokrasi Masyarakat)

  1. Soal MTN

Judul tulisan yang bertanda kutip di atas merupakan penggalan dari pernyataan kepada pers oleh ketua komisi III DPRD NTT pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) antar komisi III DPRD NTT dengan mitranya bank NTT pada tanggal 26 Juli 2022. Pernyataan lengkapnya sebagaimana di lansir media expo NTT adalah; Bahwa masalah MTN di nyatakan selesai dan tidak perlu dipolemikan lagi dan kasusnya sudah di kurator.

Makna selesai dalam pernyataan ini mengandung unsur;

  • Piutang bank NTT pada PT SNP sudah lunas terbayar lewat kurator.
  • Unsur berikut adalah piutang bank NTT pada PT SNP sudah diserahkan ke Kurator untuk penagihannya namun belum terbayar.

 Mana dari dua unsur ini yang di maksud ? Bila yang dimaksud adalah pengertian seperti diksi pada nomor satu maka makna kata selesai itu berarti PT SNP sudah tidak punya kewajiban membayar hutang pada bank NTT, sehingga publik tidak perlu lagi berbicara untuk menagih piutang ini pada PT SNP. Bila yang dimaksud adalah diksi pada nomor dua, maka PT SNP masih memiliki kewajiban pada bank NTT ,hanya saja proses penagihannya “masih” berlangsung di bawah tugas kurator. Jika kondisi ke dua yang dimaksud oleh ketua komisi 3 DPRD maka keadaanya berbeda. Jelas PT SNP “masih” memilki kewajiban membayar pada bank NTT. Esensi yang menjadi ekspektasi kita adalah PT SNP sudah melunasi seluruh kewajibannya sebesar Rp 60,5 M yang terdiri dari pokok hutangnya Rp 50 M serta bunga Rp 10,5 M.

Apakah dengan diserahkannya penyelesaian piutang ini kepada kurator lalu itu dapat dikatan sudah selesai ? lalu seberapa besar kans kurator dapat mengambil alih asset PT SNP untuk mengcover hutangnya pad bank NTT ? adalah menjadi ration utamanya.Mungkinkah?

  1. Status keperdataan bank NTT adalah sebagai kreditur konkuren yang artinya kreditur yang tidak memiliki hak atas asset yang di miliki PT SNP selaku penerbit MTN yang disita melalui kurator. Yang memiliki hak atas aset PT SNP adalah kreditur yang memiliki status keperdataan sebagai kreditur Preference dan Separatis. Mereka itu anatara lain. Bank Mandiri, BCA dan lain-lain.
  2. Kondisi finansial PT .SNP saat ini sudah dalam keadaan insolven. Artinya kewajibannya (hutang-hutannya) lebih besar dari asset yang di milikinya. Akibatnya PT SNP mengalami kesulitan untuk membayar hutangnya pada bank NTT.

Apa yang di upayakan oleh komisi 3 DPRD NTT dan bank NTT adalah strategy ex post atau kuratif. Sebuah upaya yang dilakukan setelah MTN ini menjadi kasus tidak tertagih lagi. Namun belum menyentuh masalah ex ante atau pencegahan di awal pembelian MTN ini . Karena di situlah letak banyak soal yang menyebabkan risiko gagal investasi ini terjadi . Sedikitnya ada 8 kelalaian yang di lakukan bank NTT di awal putusan investasi ini dilakukan, ke delapan hal itu adalah :

  1. Investasi pembelian MTN tersebut dilakukan tanpa didahului analisa kelayakan, atau due diligence atau uji tuntas.
  1. Hanya berpedoman pada mekanisme penempatan dana antar bank karena PT Bank NTT belum memiliki pedoman terkait prosedur dan batas nilai pembelian MTN.
  2. Pembelian MTN tidak masuk dalam rencana bisnis bank (RBB) PT Bank NTT tahun 2018
  3. Selain itu PT Bank NTT tidak melakukan On The Spot untuk mengetahui alamat kantor dan mengenal lebih jauh atas pengurus/manajemen PT SNP. Pertemuan dengan pengurus/manajemen PT SNP baru terjadi setelah PT SNP mengalami permasalahan gagal bayar.
  4. Pembelian MTN tidak melalui telaah terhadap laporan keuangan audited PT SNP Tahun 2017 namun hanya berpatokan peringkatan yang dilakukan oleh Pefindo tanpa mempertimbangkan catatan pada pers release Pefindo yang menyatakan bahwa peringkatan belum berdasarkan Laporan Keuangan audited PT SNP Tahun 2017, sehingga mitigasi atas risiko pembelian MTN tidak dilakukan secara baik.
  5. PT Bank NTT telah melakukan konfirmasi kepada bank-bank yang telah membeli produk MTN sebelumnya, tetapi tidak melakukan konfirmasi kepada bank yang menolak penawaran MTN untuk mengetahui alasan dan pertimbangan menolak melakukan pembelian MTN.
  6. Tidak mempertimbangkan kolektibilitas PT SNP pada SLIK OJK (SLIK= Sistim Layanan Informasi Keuangan atau checking pinjaman pada bank lain).
  7. Bank NTT belum punya ketentuan tentang penghapus bukuan surat berharga, namun, pada saat PT SNP gagal bayar, bNTT lalukan Proses penghapus bukuan MTN dalam waktu hanya dalam waktu kurang dari 1 tahun. Sedangkan untuk kredit PNS saja di hapus bila tunggakanya minimal berusia24 bulan.

Lalu jika persoalan gagal investasi ini telah di seerahkan kepada kurator apakah ini berarti ke delapan pelanggaran di atas dapat di anggap tidak ada ?

  1. Soal Pinjaman PT Budi Mas Pundi Nusa

Soal penyelesaian tunggakan kredit PT Budi Mas. Pertanyaan saya apa bentuk penyelesaian tunggakan itu ? apakah debitur membayarnya dengan menggunakan uang yang disetor dari uangnya sendiri ataukah penyelesaiannya secara administrasi. Oleh karena penyelesaian hutang bank oleh debitur memiliki beberapa bentuk yakni :

  1. Pembayaran secara tunai atau debet rekening (pemindahan bukuan) dana debitur yang berasal dari uang debitur sendiri sendiri .
  2. Dengan cara bank meliquidasi atau mengambil alih agunan debitur selanjutnya pihak ke 3 telah membeli dan membayar sejumlah baki debet di tambah bunga pinjaman ke bank.
  3. Melalui klaim pada lembaga penjamin kredit
  4. Melakukan AYDA (Agunan Yang Di ambil Alih) oleh bank. Di mana agunan miliki debitur di beli oleh bank. Pembelian tersebut berjangka waktu yakni hanya 12 bulan melalui mekanisme lelang pada BUPLN (Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara). Untuk selanjutnya bank menawarkan kepada publik yang berminat. Selama jangka waktu 12 bulan ini kualitas pinjaman yangg berstatus bermasalah ini akan dikategorikan lancar, sehingga rasio NPL bank akan menjadi baik. Bila mana hingga jangka waktu 12 bulan agunan tersebut tidak ada pembelinya maka kualitas pinjaman ini akan kembali mengikuti kualitas pinjaman sebelum di lakukan AYDA oleh bank, yakin kolektibikitas 5. Ini berarti rasio NPL bank tentu akan kembali buruk. Cara AYDA dapat dibanggap “seolah-olah” telah menjual agunan debitur. Tetapi sesungguhnya penjualan ini hanya bersifat talangan sementara oleh bank. Jadi sejatinya tidak ada aliran dana yang masuk dari debitur ke kas bank.

Pertanyaan saya , penyelesaian pinjaman PT Budi mas mengikuti kriteria yang mana dari 4 kriteria di atas. Ini penting agar terkonfirmasi dengan jelas status risiko kredit dari PT Budi mas. Jika penyelesaian pinjaman melalui mekanisme point 1 ,2 dan 3 maka relatif risiko kredit sudah selesai. Namun bila cara penyelesaian pinjaman mengikuti point 4 maka, risiko kredit itu belum selesai . Penyelesaian tunggakan pinjaman melalui AYDA tidak menghilangkan kewajiban debitur dan tidak menghilangkan kerugian bank. AYDA hanya membantu menurunkan beban cadangan (CKPN) lantaran ada penurunan kredit bermasalah. Strategi penyelesaian dengan metode AYDA hanya bersifat administrasi saja, realitasnya sama sekali belum ada uang pribadi debitur yang masuk ke kas bank. Ini hanya menunda memburuk rasio NPL, oleh karena jika 12 bulan ke depan bank NTT tidak dapat menjual agunan tersebut maka akan kembali ke NPL semula yg berarti akan membentuk CKPN baru lagi (lihat POJK no 40/POJK.03/2019). Apalagi bila di tracking historical bank NTT belum memiliki riwayat berhasil menjual agunan yang di AYDA secara signifikan .

Jadi secara cash flow aliran dana yang ada di bank itu hanya perpindahan uang dari kantong kiri ke kantung kanan tanpa ada penambahan uang dari luar (dari PT Budi mas).