Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di NTT Tahun 2022 Meningkat, Kota Kupang Tertinggi

Margaritha Boekan, Pelaksana Harian Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)

EXPONTT.COM, KUPANG – Kota Kupang jadi wilayah dengan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terbanyak di NTT sepanjang tahun 2022.

Dari data SIMFONI PPA 2022 yang diakses tanggal 7 November 2022 pukul 13.00 WITA menunjukan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTT paling banyak terjadi di Kota Kupang dengan total kasus yang diadukan sebanyak 263 kasus.

Dari 263 kasus tersebut, sebanyak 143 kasus tejadi di dalam rumah tangga, 2 kasus di tempat kerja, 3 kasus di sekolah, 8 kasus di fasilitas umum dan 107 kasus di tempat lainnya. Dengan rincian 104 kasus kekerasan fisik, 82 kasus kekerasan psikis dan 53 kasus kekerasan seksual, dan 23 kasus penelantaran.

Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menjadi daerah dengan kasus terbanyak kedua dengan total 129 kasus.

Baca juga:Terjadi Penambahan 75 Kasus HIV dan AIDS di Kota Kupang Selama 2022

Sementara untuk di wilayah Provinsi NTT sendiri, dari data Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) , selama tahun 2022 periode Januari hingga November 2022 tercatat sebanyak 865 kasus.

Baca juga:  Wakil Wali Kota Kupang Dukung Bethlehem Naikolan Expo, “Angkat Potensi Lokal dan Ekonomi Jemaat”

Angka ini menunjukan kenaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang mencatat terjadi 775 kasus.

Pelaksana Harian Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Margaritha Boekan menyebut, kasus kekerasan terhadap perempuan di NTT masih didominasi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Untuk penyebab kekerasan, lanjut Margaritha, biasanya dipicu masalah ekonomi dan komunikasi antara suami istri yang kurang baik.

Baca juga: Cabuli Anak Kandung Hingga Hamil, Pria di Alor Ditangkap Polisi

“Yang pertama itu biasanya karena masalah ekonomi yang kedua kurangnya komunikasi dalam rumah tangga,” ungkap Margaritha.

Berikut daftar jumlah kasus di 22 Kabupaten/Kota tahun 2022:

Alor 16
Belu 45
Ende 21
Flores Timur 8
Nagekeo 9
Kota Kupang 263
Kupang 35
Lembata 0
Malaka 2
Manggarai 15
Manggarai Barat 106
Manggarai Timur 6
Ngada 0
Rote Ndao 68
Sabu raijua 28
Sikka 0
Sumba Barat 13
Sumba Barat Daya 15
Sumba Tengah 9
Sumba Timur 30
Timor Tengah Selatan 129
Timor Tengah Utara 47
Total 865

Sumber data: SIMFONI PPA 2022, diakses tanggal 7 November 2022 pukul 13.00 WITA

Margaritha Boekan menyebut, UPTD PPA NTT gencar melakukan sosialisasi sebagai langkah pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Baca juga:  Gubernur NTT Lantik 15 Pejabat Eselon II, Ini Daftarnya

“Kami punya tugas pencegahan dan penanganan, jadi pencegahan termasuk sosialisasi dan kampanye-kampanye, termasuk juga dengan membagikan pamflet dan brosur, itu juga termasuk tugas UPTD, ” pungkasnya.

Baca juga:Dihadapan Allah Semua Orang Hidup

Dalam penanganan aduan atau kasus, lanjut Margaritha, pihaknya mengedepankan penyelesaian masalah dengan jalan damai.

“UPTD ini tugasnya untuk mendamaikan setiap orang yang mengalami kekerasan, bukan untuk memisahkan. Jadi setiap ada persoalan kita mencari solusi dalam mediasi untuk mendamaikan,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan setiap korban kekerasan juga akan diberikan bimbingan konseling dengan psikolog dan psikiater.

Baca juga:  Alfons Watu Raka Dilantik Jadi Sekretaris DPRD Provinsi NTT

“Sehingga kita bisa tahu sejauh mana kondisi mental dan trauma yang dialami korban,” ungkapnya.

Margaritha menyebut, sejauh ini setiap aduan yang diterima UPTD PPA berakhir dengan damai melalui mediasi dengan Mediator dari UPTD PPA.

Baca juga:Penemuan Jenazah Wanita di Pantai Ketapang Satu Kupang, Keluarga Sebut Korban Idap Gangguan Jiwa

“Kebanyakan disini mediasi selalu berhasil, kedua pihak kita pertemukan, biasanya kalau sudah ketemu kedua pihak sudah saling terbuka, satu dan yang lain mau saling terima dan berdamai,” ungkapnya.

Margaritha menyebut setelah persoalan kekerasan selasai dengan mediasi pihaknya tetap melakukan pengawasan terhadap korban.

“Setelah mediasi berhasil kami tetap mendampingi selama 3 bulan, untuk melihat perkembangannya,” sebutnya.

Meski begitu, Margaritha menyebut bila ada permasalahan masih belum selesai dengan jalan mediasi, pihaknya pun akan terus mendampingi para korban hingga proses hukum di kepolisian.

“Kita kerja sama dengan Polda, dan UPTD PPA tetap mendampingi kasus tersebut,” jelas Margaritha. ♦gor

Ikuti berita dari EXPONTT.com di Google News

Baca juga:Terjadi Penambahan 75 Kasus HIV dan AIDS di Kota Kupang Selama 2022