EXPONTT.COM – Amos Corputy mantan Dirut Bank NTT dan pemegang Seri B mengkritik keras Apolos Djara Bonga terkait pernyataanya di media beberapa hari lalu. Selain mengkritik Apolos, Amos Corputy juga mengkritik Piet Djemadu.” Intinya, saya Amos Corputy berbicara sebagai pemilik bank. Beda dengan Apolos Djara Bonga bicara dalam kapasitas apa, orang diberi kuasa, tidak beri kuasa bicara lantang. Sama dengan Piet Djemadu, dia bicara asal omong berbunyi saja. Dia bilang ahli perbankan, dia ahli hukum rimba bukan hukum perbankan. Jadi asal jangan omong berbunyi saja, ambil rampas paksa orang punya saham itu namanya ahli hukum rimba.”
Pernyataan Amos terkait tampilnya Apolos Djara Bonga dan Piet Djemadu dalam jumpa pers 23 November 2023 lalu. Kata Amos, secara etika kedua orang ini tidak berdasar menyampaikan jumpa pers pasca Izach Rihi menang pekara 8 November 2023. “Kedua orang ini, jumpa pers dasarnya apa, yang omong orang yang diberi kuasa. Sesudah perkara dimenangkan Izhak Rihi harus menang dan jika bicara lantang, harus punya surat kuasa, apakah Apolos sudah diberi kuasa oleh pemegang saham pengendali, dan semua pemegang saham Seri A. Jadi jangan buat berita hoak,” tegas Amos Corputy kepada expontt.com Minggu, 26 November 2023.
Diwartakan, kuasa hukum para pemegang saham Bank NTT, Apolos Djara Bonga, menyatakan pihaknya telah mengajukan banding atas putusan hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Kupang dalam perkara gugatan Izhak Rihi terhadap Bank NTT.
Dalam konferensi persnya yang digelar Kamis, 23 November 2023, Apolos Djara Bonga juga membeberkan semua alasan yang mendasari banding atas putusan dalam perkara perdata Nomor 309/Pdt.G/2022/PN.KPG itu.
Dalam Putusan tersebut Majelis Hakim tidak memeriksa seluruh bagian dalil gugatan mau pun tuntutannya, Majelis Hakim tidak diperkenankan untuk mempertimbangkan hanya sebagian kecil saja dari dalil gugatan tersebut; yang seharusnya Majelis Hakim mempertimbangkan seluruh dalil gugatannya dan dengan alasan hukum apa Majelis Hakim menolak atau men rimanya (Pasal 178 Ayat (2) HIR, Pasal 189 Ayat (2) RBg;
Putusan Majelis Hakim bertentangan dengan asas Hukum Perdata yang menyatakan : “Actory Incumbit Probatio yang artinya ‘Siapa yang menggugat dialah yang membuktikan”, yang secara eksplisit diatur dalam Pasal 163 HIR/Pasal 283 RBg dan Pasal 1863 KUHPerdata; Di mana Penggugat tidak mampu membuktikan dalil gugatannya dalam persidangan.
Menurut Apolos, putusan Majelis Hakim melebihi kewenangannya (Ultra Vires) dimana Majelis Hakim menyatakan Keputusan 160/KEP/HK/2020 Tanggal 6 Mei 2020 adalah Tidak Sah, putusan majelis hakim tersebut melampaui kewenangannya (Beyond The Powers of his Authority), karena untuk menyatakan tidak sahnya suatu surat keputusan Pejabat Tata Usaha Negara bukan kewenangan Majelis Hakim dalam perkara Nomor 309/Pdt.G/2022/PN.Kpg tetapi adalah kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang- undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara);
Formulasi putusan yang tidak sistematis dan tidak ada dasar hukum seperti mengabulkan kerugian moril sebesar Rp1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) tanpa ada dasar hukum, argumentasi hukum dan analisis hukum untuk menentukan nilai tersebut, hanya berdasarkan perasaan Majelis Hakim saja, hal ini tidak sesuai ketentuan Pasal 184 Ayat (1) HIR dan Pasal 195 RBg.
Apolos Djara Bonga menegaskan upaya yang dilakukan oleh para tergugat adalah upaya untuk mencari keadilan pada tingkat pengadilan yang lebih tinggi.“Jadi kalau ada oknum yang coba-coba menghalangi dengan cara membuat informasi bohong atau Putusan Pengadilan Negeri tersebut, maka perbuatan tersebut berindikasi melalui hukum dan melawan hak orang lain,” ujarnya.Konferensi pers juga dihadiri oleh Direktur Kepatuhan Bank NTT, Christofel Adoe, Komisaris Independen, Sam Djo, dan Pit Jamdu, Pakar Hukum Koperasi dan Perbankan. ♦ wjr