ICW Rilis Album Musik Ketiga di Kupang, Diisi Marapu, Leis Plang dan Hip-Hop Lembata Foundation

ICW bersama para musisi NTT saat memberikan keterangan pers terkait perilisan album Frekuensi Perangkap Tikus "Menenun Suara Timur" di Kupang, Kamis, 12 Desember 2024 / foto: Gorby Rumung

EXPONTT.COM, KUPANG – Dalam rangkaian peringatan Hari Antikorupsi, Indonesian Cotruption Watch (ICW) merilis album musik ketiga yang diisi musisi lokal NTT, mulai dari Leis Plang yang merupakan band musik kampung dari Maumere, Hip-Hop Lembata Foundation, hingga band reggae ternama asal NTT, Marapu.

Album ini merupakan lanjutan dari album Frekuensi Perangkap Tikus Volume I dan Volume II, diberi nama “Menenun Suara Timur”. Album ini memdapat dukungan USAID Integritas berkolaborasi dengan LBH Apik.

Album Frekuensi Perangkap Tikus “Menenun Suara Timur”, akan dirilis secara resmi pada Sabtu, 14 Desember 2024 di Auditorium Universitas Nusa Cendana Kota Kupang.

Perwakilan ICW sekaligus Produser Album Frekuensi Perangkap Tikus “Menenun Suara Timur”, Sigit Wijaya, mengatakan gerakan anti korupsi di Indonesia belakangan ini semakin dilemahkan, untuk itu ICW mencari cara agar pesan dan sosialisasi terkait isu kemanusiaan, kerusakan lingkungan dan korupsi bisa sampai ke orang muda, terutama di NTT.

Baca juga:  Rusak Pagar Milik Tetangga, Pensiunan Guru di TTU Dipolisikan

Jaya mengaku, dari hasil survei yang dilakukan ICW, 80 persen orang muda NTT memandang korupsi hanya pada kerugian keuangan negara saja. Sementara dampak lanjutan dari kejahatan korupsi tidak dipedulikan masyarakat.

“Kebanyakan masyarakat berpikir kerugian dari korupsi hanya kerugian keuangan negara, siapa yang korupsi dan berapa lama hukumannya, sementara dampak dari korupsi untuk masyarakat itu sendiri tidak dipedulikan,” jelasnya.

Untuk itu, ICW kembali menghadirkan album ketiga dengan mengangkat isu di NTT dengan melibatkan musisi lokal NTT.

Dalam album dengan empat lagu ini kultur pesta di NTT digunakan agar pesan yang ingin disampaikan terkait antikorupsi bisa diterima masyarakat. “Karena musik adalah bahasa universal,” tambah Jaya.

Hip-Hop Lembata Foundation (HLF) mengisi album dengan lagu berjudul “Koruptor”, yang menceritakan tentang korupsi dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang kerap terjadi di NTT. Lagu tersebut terinspirasi dari keluh kesah dari para personel HLF yang diketahui tiga dari empat personel berprofesi sebagai guru.

Baca juga:  Ogah Berdamai, Nenek Petronela Tilis Minta Polres TTU Beri Kepastian Hukum

“Ini keresahan yang memang telah dirasakan personel HLF dan juga terjadi di NTT,” ujar salah satu personel HLF.

Band musik kampung dari Maumere, Leis Plang, mengisi album dengan lagu “Batas” yang menceritakan tentang kemarahan warga tentang pembangunan yang tidak berkeadilan bahkan hingga menggusur masyarakat adat NTT.

Sementara Marapu, mengisi album dengan lagu berjudul “Tanah” yang menceritakan tentang upaya perlawanan masyarakat di Flores yang menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) hingga saat ini.

Menariknya lagu “Tanah” yang diciptakan band asal Pulau Sumba ini merupakan hasil observasi yang dilakukan kurang lebih tiga bulan di lokasi-lokasi rencana pengembangan PLTP mulai dari Manggarai hingga di Ngada.

Baca juga:  Insentif Dokter Minim, DPRD Kota Kupang Akan Evaluasi RSUD S.K. Lerik

“Saya melihat dan bisa rasakan langsung kehidupan mama-mama kita disana yang terdampak. Tanah adat dijadikan tempat pembangunan (tambang geothermal), tempat mereka melakukan upacara adat hilang, lama-lama identitas kita hilang,” ujar Yanto Pekabanda yang merupakan vokalis Marapu.

Album ini juga melibatkan musisi ternama Indonesia, Gede Robi Supriyanyo yang merupakan lead vocal dari band Navicula.

Sebelumnya Robi Navicula juga terlibat dalam Album Frekuensi Perangkap Tikus Volume I.

Di album ini Robi Navikula menjadi direktur sekaligus pengisi dalam album ini dengan lagu berjudul Flobamora. Lagu tersebut menceritakan pengalamannya selama kurang lebih tiga bulan di NTT terkait isu kemanusiaan, kerusakan lingkungan dan korupsi.(*)