EXPONTT.COM – Pasca gempa bumi berkekuatan 7,4 Magnitudo menggunjang sejumlah daerah di Flores, sejumlah warga di Desa Nangahal yang merupakan eks penduduk Pulau Babi, Kabupaten Sikka, NTT, memilih mengungsi di tempat terbuka di gunung-gunung, mulai dari daerah Tuabao sampai Patiahu pada Selasa 14 Desember 2021.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, para warga mengaku trauma dengan peristiwa yang terjadi pada Sabtu, 12 Desember 1992. Waktu itu terjadi gempa berkekuata 6,8 magnnitudo disertai tsunami yang memporak-porandakan ratusan rumah dan merenggur ribuan nyawa.
Dilansir dari kumparan.com, ribuan warga Nangahale, termasuk lansia, ibu hamil, ibu menyusui dan anak anak, berpencar membangun tenda dari terpal serta tidur beralaskan tikar di atas rumput.
Maryam (50) anggota BPD Desa Nangahale mengatakan hari ini adalah malam ke dua ribuan warga Nangahale tidur di alam terbuka. Warga takut tidur di rumah karena trauma peristiwa tahun 1992.
Baca juga: Bocah Perempuan di Sikka Ditemukan Tewas Mengenaskan di Kebun Ayahnya
“Banyak harta benda, sanak keluarga kami yang mati dan hilang dalam peristiwa gempa dan tsunami tahun 1992. Makanya kami memilih tidur di alam terbuka,” ujarnya.
Maryam berujar, gempa dan tsunami tahun 1992 sangat menyeramkan bagai kiamat. Beberapa rumah di pesisir tersapu tidak berbekas.
Air laut perlahan naik dan gelombang besar menerjang daratan Pulau Babi sejauh ratusan meter dan seketika seluruh rumah dan segala isinya menjadi puing, ratusan manusia hilang bersama dengan ternak-ternak warga.
“Dalam hitungan menit, matahari mulai gelap, bumi berguncang dan air laut perlahan naik menerjang daratan. Rumah sisa puing, banyak orang hilang dan tidak ditemukan jasadnya,” kata Maryam yang dibenarkan warga lainnya.
Baca juga: Perdana Pimpin Wisuda Undana, Rektor Dr. Maxs Bangun Optimisme dalam Transisi dan Disrupsi
Kartika Sari (32) yang adalah istri dari Kepala Desa Nangahale, menjelaskan, bahwa hingga saat ini belum ada penjelasan resmi dari pihak berwenang, yang membuat warga tidak berani kembali ke rumah.
“Sampai saat ini belum ada pihak berwenang yang menyampaikan situasi terkini sehingga warga takut kembali,” kata istri Kepala Desa Nangahale yang ikut tidur bersama warga di kamp pengungsian.
Hal itu menurut Atik, diperparah informasih hoaks di sosial media yang menyatakan bahwa akan terjadi gempa susulan yang akan berpotensi tsunami di perairan Flores sekitar pukul 14.00 Wita.
Baca juga: Mobil Rental Berisi Bangkai Anjing Terjungkal di Jalan Timor Raya, Sopir Kabur dengan Luka
Ribuan warga Nangahale tidur menyebar di 7 titik di atas gunung sekitar pemukiman Nangahale. Di setiap titik terdapat 6 sampai 12 tenda terpal. Setiap tenda terdapat 5 sampai 10 kepala keluarga.
Mereka mengakui bahwa hingga saat ini baru aparat Kepolisian dan TNI yang mendatangi mereka. sedangkan dari pihak pemerintah kecamatan dan kabupaten belum ada yang mengunjungi mereka.
♦kumparan.com