Jangan Biarkan Iblis Mengikat Diri Kita

♦Renungan oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, BHK

 

 

SALVE bagimu para saudaraku ytk. Apa kabar Anda di hari ini? Saya berharap Anda dalam keadaan sehat, damai dan bahagia. Dan kiranya iblis tidak mengikat diri Anda. Dalam bacaan Injil hari ini, di sebuah rumah ibadat, Yesus melihat seorang wanita yang telah 18 tahun diikat oleh iblis. Tubuhnya bungkuk, tak mampu berdiri tegak. Namun penderitaannya bukan hanya fisik. Ia juga terikat secara rohani dan sosial. Secara fisik, ia cacat tubuh. Secara rohani, ia tak bisa memandang ke atas ke arah Tuhan karena pandangannya terus tertunduk ke tanah, ke arah kesulitan dan penderitaan. Dan secara sosial, ia mungkin dipinggirkan, dianggap tidak berguna, bahkan diasingkan dari komunitasnya. Yesus tidak menunggu wanita itu meminta pertolongan. Inisiatif datang dari Yesus sendiri. Ia memanggil, menyentuh, dan menyembuhkan. Wanita itu membuka hatinya, dan kuasa Tuhan membebaskannya dari belenggu iblis.

Bagaimana dengan kita?
Dalam hidup kita dewasa ini, bentuk ikatan iblis bisa berbeda, namun dampaknya tetap sama, yakni iblis: membungkukkan jiwa kita dalam bentuk: Pertama Emosi negatif: mudah marah, dendam, iri hati, cemburu, sulit mengampuni atau memaafkan. Kedua Kemalasan rohani: enggan berdoa, malas ikut ekaristi, menjauh dari kegiatan di KUB, lingkungan dan Gereja. Ketiga Kecanduan duniawi: HP (game), media sosial, narkoba, korupsi, rakus, gosip miring: keburukan, kelemahan dan kejelekan orang lain.
Semua ini membuat kita tidak mampu memandang ke atas, tidak mampu melihat KASIH Tuhan, dan menjauhkan kita dari sesama. Namun, seperti wanita itu, kita pun bisa dibebaskan. Syaratnya: kita harus membuka HATI dan pikiran kita. Biarkan Yesus menyentuh derita kita, dan membebaskan kita dari belenggu yang mengikat. Jangan tunggu sampai kita kuat. Justru dalam kelemahan, Yesus datang. Akhirnya, mari jangan biarkan iblis terus mengikat dan membelenggu hidup dan diri kita. Untuk itu, kita mohon, Tuhan, bebaskanlah kami dari segala ikatan yang menjauhkan kami dari-Mu dan dari sesama. Amin.

Pertanyaan refleksi:

1. Apa bentuk ikatan yang saat ini membuat saya sulit memandang ke atas, kepada Tuhan dan harapan hidup? Apakah itu kemarahan, kemalasan rohani, kecanduan, atau luka batin yang belum sembuh?
2. Sudahkah saya membuka hati dan pikiran saya agar Yesus dapat menyentuh dan membebaskan saya dari belenggu yang mengikat? Atau justru saya masih menutup diri dan merasa nyaman dalam keterikatan itu?
3. Bagaimana saya bisa lebih aktif dan terbuka dalam kehidupan rohani, sosial, dan pelayanan, agar tidak terasing seperti wanita yang sakit itu? Apa langkah kecil yang bisa saya mulai hari ini?

Selamat berefleksi.