Opini  

Negeri yang Krisis Toleransi

Ilustrasi

Oleh: Mensivansianus Hardi Yanto.

Mahasiswa IFTK LEDALERO

Pengantar

Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan keberagaman suku, ras, budaya, dan agama (multikultural). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki lebih dari 1.340 suku bangsa dan enam agama yang diakui secara resmi. Keberagaman itu menjadi identitas bangsa Indonesia yang dibingkai dalam semboyan Bineka Tunggal Ika, yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Namun, seiring berjalannya waktu, semangat persatuan itu mulai memudar. Kasus-kasus intoleransi yang terus terjadi selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa toleransi di negeri ini sedang berada di ujung tanduk.

Baca juga:  Seruan Profetis Dekrit Inter Mirifica Di Tengah Maraknya Kasus Hoax

Isi

Krisis toleransi di Indonesia saat ini sungguh nyata. Salah satu bentuk nyatanya saat ini adalah persoalan kebebasan beragama. Meskipun negara menjamin setiap warga memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing, namun kenyataan di lapangannya sungguh berbeda. Dalam beberapa tahun terakhir, marak terjadi pembubaran ibadah, penolakan pembangunan rumah ibadah, hingga tindakan kekerasan terhadap kelompok minoritas.

Contohnya, perusakan rumah doa dan pembubaran ibadah umat Kristen di Padang, Sumatera Barat pada Minggu, 27 Juli 2025, sebagaimana dilaporkan oleh Kompas.id. Kasus serupa juga terjadi, seperti pembubaran ibadah mahasiswa Katolik di Tangerang Selatan pada Senin, 6 Mei 2024, menurut laporan Tempo.

Baca juga:  Hidroponik Sebagai Solusi Pertanian Ramah Lingkungan di Era Moderen: Upaya Awal Menuju Kemandirian Pangan di Kabupaten Nagekeo

Mirisnya, tindakan-tindakan tersebut sering dibenarkan dengan alasan administratif, seperti “belum ada izin”. Padahal, Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 menjamin kemerdekaan beragama dan beribadah. Jika izin digunakan untuk membatasi kebebasan kelompok minoritas, maka hukum telah disalahgunakan demi kepentingan kelompok tertentu.

Lebih menyedihkan lagi, kelompok mayoritas sering menggunakan fasilitas umum untuk beribadah tanpa hambatan dan tanpa ditanyakan soal legalitasnya. Hal ini mencerminkan ketimpangan perilaku yang merusak nilai keadilan sosial.

Toleransi sebagai Pilar Persatuan

Sebagai negara multikultural, toleransi harus menjadi nilai dasar dalam kehidupan bermasyarakat. Toleransi adalah fondasi utama kerukunan beragama dan integritas nasional. Sayangnya, banyak masyarakat masih terjebak dalam sikap sukuisme, sehingga semboyan Bineka Tunggal Ika hanya menjadi simbol tanpa makna.

Baca juga:  Tenggelamnya Suara Rakyat di Balik Janji Politik

Indonesia sedang menghadapi krisis toleransi yang nyata. Keberagaman yang seharusnya menjadi kekuatan justru menjadi sumber konflik. Jika intoleransi terus dibiarkan, kerukunan dan persatuan bangsa akan runtuh dari dalam. Sudah saatnya seluruh masyarakat, tokoh agama, dan pemerintah bekerja bersama membangun budaya toleransi yang sesungguhnya.

Bineka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan belaka saja, melainkan panggilan moral untuk menjadikan perbedaan sebagai kekuatan.