Opini  

Pengakuan Dosa Digital 

Ilustrasi pengakuan dosa

Oleh: Garda Kevinso Secilo Ratu

Pengakuan dosa digital merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh umat Katolik dalam praktik melakukan pengakuan dosa melalui media digital atau daring. Dalam praktik pengakuan dosa digital, terdapat sebuah aplikasi yang membantu umat melakukan introspeksi hati nurani sebelum mengaku dosa secara langsung kepada imam. Aplikasi ini tidak menggantikan sakramen, tetapi berfungsi sebagai alat pendukung.

Selama pandemi atau situasi khusus, pengakuan dosa secara daring tidak diperbolehkan, tetapi imam bisa memberikan bimbingan rohani atau bimbingan peniten melakukan “ tindakan penyesalan sempurna “  yang melibatkan iman dan cinta kepada Tuhan disertai niat segera melakukan pengakuan dosa sakramental ketika memungkinkan.

Baca juga:  Tenggelamnya Suara Rakyat di Balik Janji Politik

Paus Leo XIV melakukan perubahan yang sangat besar terhadap keberadaan Gereja Katolik saat ini. Dalam 100 hari pertamanya, ia mengeluarkan serangkai gebrakan yang mengguncang sendi-sendi kebiasaan lama Gereja Katolik. Dalam ke-12 perubahan yang dilakukannya, ada sebuah perubahan yang menaik, yaitu kesakralan pengakuan dosa secara pribadi. Pada 25 Agustus 2025 Paus Leo XIV menegaskan bahwa pentingnya dan satu-satunya cara yang sah untuk sakramen pengakuan dosa secara pribadi dan bersifat sakral. Dalam hal ini, Gereja Katolik melarang umat Katolik melakukan pengakuan dosa digital. Gereja menegaskan bahwa sakramen pengakuan dosa harus dilakukan secara tatap muka, sebagai bentuk perjumpaan manusiawi dan sakral.

Baca juga:  Hidroponik Sebagai Solusi Pertanian Ramah Lingkungan di Era Moderen: Upaya Awal Menuju Kemandirian Pangan di Kabupaten Nagekeo

Kanon 983 menyatakan bahwa rahasia sakramental tidak dapat diganggu gugat (inviolable). Dengan kata lain, seorang imam yang bertugas sebagai bapa pengakuan dosa sama sekali tidak boleh membocorkan atau mengungkapkan isi pengakuan dosa yang didengarnya dalam bentuk apapun dan dengan alasan apapun. Pelanggaran terhadap rahasia sakramental ini merupakan dosa berat bagi imam dan dilarang keras oleh Gereja ( Woodgate, Michael, 2014:20 ).

Kanon 984 menegaskan bahwa imam yang mendengar pengakuan dosa juga tidak boleh menggunakan informasi yang diperoleh dari pengakuan dosa untuk keuntungan pribadi atau merugikan orang lain. Dengan demikian, pengetahuan yang diperoleh hanya boleh digunakan untuk tujuan sakramental dan pastoral tanpa ada penyalahgunaan ( Woodgate, Michael, 2014:20 ).

Baca juga:  Natal dan Kemanusiaan: Menghidupkan Nilai Kasih dalam Kehidupan

Kanon 983 dan 984 mengharuskan pengakuan dosa dilakukan dengan menjaga rahasia sakramental secara mutlak, sehingga pengakuan dosa digital pada umumnya tidak memenuhi persyaratan ini karena potensi pelanggaran kerahasiaan dan keamanan. Oleh karena itu, pengakuan dosa secara daring tidak dianjurkan sebagai pengganti pengakuan dosa tatap muka yang diatur oleh Kanon tersebut.

Sumber:

https://youtu.be/_gH_rS4iICw?si=i1WPyeGjYfb5O3qu

Woodgate, Michael. 2014. Buku Panduan Imam Mendengarkan Pengakuan Dosa. Jawa Timur: Penerbit Sang Timur.