Konsekuensi Dalam Mengkritik

Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk - Ka SMPK

♦Renungan oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, BHK

 

 

SALVE bagimu para saudaraku ytk. dalam Kristus Tuhan. Pernah Anda mengkritik seseorang atau sebaliknya Anda dikritik? Mengkritik asalkan konstruktif atau untuk membangun itu bagus. Tidak ada yang sempurna, maka mengkritik itu perlu, asalkan dengan kejernihan berpikir, dan bukan dari kekacauan batin.

Renungan hari ini terinspirasi dari Injil Lukas 11: 47 – 54, yakni Yesus mengecam orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Bacaan Injil hari ini merupakan bagian akhir dari perikop Injil hari kemarin. Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus menyuarakan kecaman atau kritikan terhadap orang-orang Farisi dan ahli Taurat. Ia tidak segan mengungkap kemunafikan rohani mereka, membangun makam nabi-nabi yang dahulu mereka bunuh, namun tetap menolak suara kenabian yang hidup di tengah mereka. Kritik Yesus bukan sekadar teguran, melainkan panggilan untuk bertobat dan kembali kepada kebenaran. Namun, konsekuensinya berat. Ia ditolak, dimusuhi, bahkan direncanakan untuk disingkirkan. Tetapi Yesus tidak pernah mundur. Ia tetap menyuarakan suara profetik-Nya, bukan karena benci, melainkan karena KASIH. Ia tidak membalas kebencian dengan kebencian. Sebaliknya, Ia mendoakan dan mengampuni mereka, saat Ia digantung di kayu salib.

Bagaimana dengan kita?
Dalam hidup sehari-hari, kita pun tak luput dari dinamika kritik, baik memberi maupun menerima. Kritik yang lahir dari HATI yang jernih dan disertai solusi adalah bentuk kepedulian. Inilah kritik yang kritis yang sifatnya konstruktif atau membangun, bukan meruntuhkan, menjatuhkan. Namun, kritik yang lahir dari krisis atau kekacauan batin, frustrasi, atau kemarahan, emosi negatif, cenderung destruktif dan menyakiti. Oleh karena itu, mari kita
belajar dari Yesus, Sang Guru yang mengkritik atas dasar CINTA, dan bukan dengan kebencian. Dan jangan takut untuk menyuarakan suara kenabianmu, walau konsekuensinya, Anda SIAP untuk dibenci, dimusuhi, ditolak, dihujat, dicaci-maki. Ingatlah, kebenaran memang tidak selalu diterima, tetapi tetaplah menyuarakannya dengan KASIH. Karena KASIH yang jujur adalah suara Tuhan yang hidup dalam diri Anda. Akhirnya, kunci untuk menerima setiap kritikan adalah Kerendahan hati. Critica Pro Bono Communi: kritikan untuk kebaikan bersama. Semoga.

Pertanyaan refleksi:

1. Apakah saya berani menyuarakan suara kebenaran dengan KASIH, meski berisiko ditolak atau dimusuhi, dibenci?
2. Ketika saya mengkritik seseorang, apakah saya melakukannya untuk membangun atau sekadar melampiaskan emosi?
3. Bagaimana sikap saya saat menerima kritik, apakah saya terbuka untuk bertumbuh, atau justru menutup diri karena gengsi dan amarah?

Selamat berefleksi.