Berdoa Tanpa Jemu

♦Renungan oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, BHK

 

 

SALVE bagimu para saudaraku ytk. dalam Kristus Tuhan. Apakah Anda selalu berdoa tanpa jemu? Inilah nasihat Yesus kepada para murid-Nya termasuk untuk kita. Yesus tidak hanya nasihat para murid-Nya, tetapi Ia sendiri telah menghidupi doa tanpa jemu. Dia menjadikan doa sebagai napas hidup -Nya. Pada hari ini kita memasuki hari Minggu biasa XXIX.

Renungan hari ini terinspirasi dari Injil Lukas 18: 1 – 8, yakni perumpamaan tentang hakim yang tak benar. Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus berkata kepada para murid-Nya sebuah perumpamaan tentang seorang janda yang terus-menerus memohon keadilan kepada hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati siapa pun. Tujuannya jelas: agar mereka selalu berdoa dan tidak jemu-jemu. Namun Yesus tidak hanya menasihati, melainkan Ia memberi teladan. Doa bukan sekadar aktivitas & rutinitas bagi-Nya, melainkan napas hidup-Nya. Sejak usia 8 hari, 40 hari, hingga 12 tahun, Yesus telah memulai peziarahan spiritual-Nya. Dalam setiap pelayanan, sebelum dan sesudah, Ia selalu menyendiri untuk berdoa. Bahkan menjelang sengsara-Nya, Ia berdoa dengan peluh seperti tetesan darah. Di atas salib pun, Ia masih berdoa bagi para algojo yang mencambuk-Nya.
Inilah spiritualitas yang diwariskan kepada kita: berdoa tanpa jemu, bukan karena kewajiban, tetapi karena relasi yang hidup dengan Bapa. Doa adalah tanda iman yang aktif, bukan pasif. Ketika kita berdoa dengan iman yang teguh dan HATI yang tak lelah berseru, Tuhan mendengarkan. Jika hakim yang lalim saja bisa luluh oleh ketekunan seorang janda, betapa lebih lagi Tuhan yang penuh KASIH akan menjawab seruan anak-anak-Nya.
Namun, doa bukan hanya tentang permohonan. Doa yang sejati menghasilkan buah, yakni: perbuatan baik yang juga dilakukan tanpa jemu. Maka, mari kita menjadikan doa sebagai napas hidup kita, seperti Yesus, dan membiarkan buahnya tumbuh dalam tindakan KASIH setiap hari. Akhirnya, sebagai murid dan pengikut Yesus, kita harus menjadi ALTER Yesus, yang berdoa tanpa jemu. Kita harus berdoa tidak saja untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk sesama. Dengan demikian, kita menjadi BERKAT bagi sesama.

Pertanyaan refleksi:

1. Apakah aku sudah menjadikan doa sebagai napas hidupku, seperti Yesus meneladankan? Atau masih menjadikannya sebagai pelarian saat kesulitan datang?
2. Dalam kesibukan harian, apakah aku meluangkan waktu khusus untuk berdoa dan berelasi dengan Tuhan? Atau justru membiarkan doa tergeser oleh rutinitas?
3. Apakah buah dari doaku tampak dalam tindakan KASIH dan kebaikan yang konsisten kepada sesama? Atau doaku belum menghasilkan perubahan nyata dalam hidupku?

Selamat berefleksi…& Selamat berhari Minggu