Opini  

Pendidikan Karakter Sebagai Pilar Utama Dalam Menanggulangi Korupsi di Inonesia

ilustrasi korupsi
ilustrasi korupsi

Penulis : EPIFANIUS DHAY BOA

MAHASISWA PRODI FILSAFAT IFTK LEDALERO 

Korupsi merupakan masalah klasik yang terus menjadi topik hangat dalam kehidupan bangsa Indonesiaa dari waktu ke waktu. Fenomena ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga mencerminkan krisis moral dan integritas yang mengakaar dalam sistem sosial, politik, dan budaya masyarakat. Korupsi telah menjadi penyakit sosial yang telah meluas dan sulit diberantas karena hampir menyentuh semuaa lapisan kehidupan, mulai dari sektor ekonomi, pemerintahan, hingga pendidikan. Berdasarkan data Indonesia Corruption watch (IWC) tahun 2024 tercatat 1.189 kasus korupsis dengan 2.896 tersangka, serta potensi kerugian negara mencapai Rp 47,18 triliun. Angka ini menunjukan bahwa praktik korupsi masih menjadi ancaman serius bagi pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat.

Upaya pemberantasan korupsi sejauh ini cendrung berfokus pada penegakan hukum melalui aparat penegak hukum seperti Komisaris Pemberantas Hukum (KPK), kejaksaan, dan kepolisian. Namun pendekatan hukum semata terbukti belum mampu mengatasi akar persoalan. Banyak pelaku korupsi yang kembali bermunculan, bahkan berasal dari kalangan terdidik dan memiliki jabatan tinggi. Kondisi ini menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan melalui mekanisme represif, tetapi harus disertai dengan upaya preventif dan edukatif, yaitu melalui pembinaan moral dan pendidikan karakter

Pendidikan karakter menjadi salah satu solusi mendasar yang perlu diutamakan dalam menanggulangi korupsi di Indonesia. Esensi dari pendidikan karakter adalah membentuk manusia yang berakhlak mulia, jujur, dan bertanggung jawab dan memiliki integritas. Pendidikan ini tidak hanya mencerdaskan pikiran, tetapi juga menumbuhkan kesadaran moral untuk berbuat benar, adil, dan berprilaku etis dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks pemberantasan korupsi, pendidikana karakter memiliki peran vital dalam membangun generasi antikorupsi yang tidak hanya memahami dampak negatif korupsi, tetapi juga memiliki keberanian untuk menolak dan melawannya

Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah menegaskan pentingnya pendidikan karakter sebagai bagian dari implementasi profil pelajar pancasila. Nilai-nilai seperti beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,gotong royong, integritas, dan tanggunga jawab menjadi dasar pembentukan kepribadian bangsa. Dengan demikian pendidikan karakter tidak boleh dianggap sebagai pelengkap, tetapi sebagai fondasi utama dalam proses pendidikana nasional. Secara konseptual, pendidikan karakter mencakup tiga dimensi utama: pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Melalui proses pendidikan yang terintegrasi, peserta didik tidak hanyaa diajarkan untuk mengetahui nilai-nilai kebaikan, tetapi juga diajak untuk merasakannya dan membiasakan diri melakukannya dalam kehidpan nyata. Pendidikan karakter berfungsi menumbuhkan kesadaran etis dan membentuk kebiasaan moral yang kuat. Dengan demikian, individu yang memiliki karakter kuat akan lebih tahan terhadap godaan untuk melakukan penyimpangan, termasuk tindakan korupsi.

Dalam upaya membangun generasi anti korupsi, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) telah merumuskan sembilan nilai dasar anti korupsi, yaitu kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai ini dapat diintegrasikan dalam kurikulum sekolah melalui berbagai mata pelajarana seperti PPkn, agama, serta kegiatan ekstrakurikuler dan pembiasan di lingkungan sekolah. Selain itu guru dan tenaga pendidik berperan penting sebagai teladan moral bagi peserta didik. Kurikulum yang padat dengan tuntutan akademik membuat pendidikan karakter sering terabaikan. Selain itu masih minimnya pelatihan bagi pendidik dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis karakter turut menjadi hamabatan serius.

Untuk menjawab tantangan tersebut, diperlukan langkah-langkah strategis dan berkesinambung. Pertama, perlu dilaakukan reorientasi sistem pendidikan nasional agar lebih menekanakan penguatan moral dan etika, bukan hanya aspek kognitif. Pendidikantidak boleh hanya berfokus pada pencapaian nilai dan prestasi akademik, tetapi juga harus mengukur keberhasilan dari aspek integritas dan perilaku peserta didik. Kedua, keluarga harus diperdayakan sebagai pusat pendidikan karakter pertama dan utama. Orang tua berperan penting dalam menanamkan nilai kejujuran Dan tanggung jawab mekakui keteladanan di rumah.

Ketiga, perlu dilakukan kolaborasi antara sekolah, pkp, lembaga sosial, dan masyarakat dalam mengembangkan program antikrupsi. Misalnya, dengan mengadakan pelatihan, seminar, lomba karya tulis, serta kegiatan berbasis proyek yang menumbuhkan nilai kejujuran dan tanggung jawab sosial. Keempat, penerapan sistem reward and punisment yang jelas harus diberlakuakn, baik di lembaga pendidikan maupun instansi pemerintahan. Perilaku jujur dan disiplin harus diberikan penghargaan, sedangkan pelangaran etika dan perilaku koruptif harus dikenai sanksi tegas.

Lebih dari itu, pendidikan karakter tidak harus diterapkan di tingkat dasar dn menengah, tetapi juga di perguruan tinggi. Mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa perlu dibekali dengan kesadaran moral dan integritas agar tidak muda tergoda oleh kekuasan atau kepentingan pribadi. Pergruan tinggi harus menjadi teladan dalam praktik transparansi, akuntabilitas, dan etika akademik. Dengan demikian, pendidikan karakter dapat menjadi gerakan moral nasional yang membentuk budaya integritas di semua lapisan masyarakat. Pendidikan karakter sejatinya merupakan investasi moral jangka panjang bagi bangsa Indonesia. Upaya pemberantasan korupsi tidak akan pernah berhasil bila hanya mengandlkanpendekatan hukum yang bersifat reaktif. Diperlukan perubahan pola pikir dan pembentukan moralitas individu melalui pendidikan yang berkesinambungan.

Masyarakat yang memiliki karakter kuat akan memiliki daya tahan kuat terhadap godaan untuk berbuat curang, serta memiliki kesadaran kolektif untuk menjaga keadilan dan kesejahtraan bersama. Selain itu pendidikan karakter harus ditopang oleh keteladanan dari para pemimpin bangsa. Tidak ada pendidikan moral yang lebih baik dari daripada contoh nyata. Ketika pejabat publik menunjukan perilaku bersih, jujur, dan transparan maka pesan moral yang diajarkan di sekolahkan menemukan relevansinya. Sebaliknya, ketika pemimpin justru melakukan korupsi, maka nilai-nilai kejujuran yang diajarkan akan kehilangan makna. Karena itu, pembenahan moral tidak hanya harus dimulai dari bawah, tetapi juga dari atas — dari pemimpin hingga rakyat biasa.

Pada akhirnya, pendidikan karakter adalah fondasi utama dalam membangun bangsa yang bermartabat dan bebas dari korupsi. Melalui penanaman nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, kedisiplinan, kerja keras, dan keadilan sejak dini, Indonesia dapat melahirkan generasi yang berintegritas dan memiliki kesadaran etis tinggi. Penegakan hukum memang penting sebagai alat kontrol sosial, tetapi tanpa moralitas yang kuat, hukum akan kehilangan maknanya. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus menjadi pilar utama dalam strategi nasional pemberantasan korupsi, dengan dukungan aktif dari pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, dan seluruh elemen masyarakat.

Hanya dengan membangun manusia Indonesia yang berkarakter, bermoral, dan berintegritas, cita-cita bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang bersih, adil, dan sejahtera dapat benar-benar terwujud. Pendidikan karakter bukan sekadar program, melainkan gerakan moral nasional yang akan menentukan masa depan bangsa. Jika nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab dihidupkan kembali melalui pendidikan, maka Indonesia bukan hanya akan bebas dari korupsi, tetapi juga akan menjadi bangsa yang beradab dan bermartabat di mata dunia.