♦Renungan oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, BHK
SALVE bagimu para saudaraku ytk. dalam Kristus Tuhan. Apakah Anda telah menyalakan api yang Tuhan berikan kepada Anda? Api yang Tuhan berikan adalah api Roh Kudus. Anda menyalakannya dengan cara membuka hati Anda.
Renungan hari ini terinspirasi dari Injil Lukas 12: 49 – 53, yakni Yesus membawa pemisahan. Dalam bacaan Injil hari ini, kita mendengar bahwa Yesus datang bukan hanya sebagai pembawa damai, tetapi sebagai pembawa api, api yang membakar, menyucikan, dan menggerakkan. Dan dalam bacaan Injil, api memiliki makna yang dalam dan berlapis:
Pertama Api sebagai Roh Kudus. Api yang Yesus maksud adalah Roh Kudus yang menyala dan membakar segala yang dingin dalam HATI manusia. Kedua Api sebagai pemurnian dan penghakiman. Api juga melambangkan proses pemurnian menghapus dosa, membakar ego, dan menguji ketulusan iman.
Ketiga Api sebagai semangat misi dan penderitaan. Yesus tahu bahwa jalan-Nya menuju salib adalah bagian dari misi Ilahi. Ia rela terbakar agar dunia mengenal terang. Namun, yang mengejutkan adalah bahwa kehadiran Yesus justru membawa pemisahan, bukan damai. Mengapa?
Pertama Karena damai sejati menuntut pilihan. Yesus memang Pangeran perdamaian, tetapi damai yang Ia tawarkan bukan kompromi, melainkan kebenaran. Kedua Karena iman tidak bisa dipaksakan. Dan Yesus tidak pernah memaksa siapa pun untuk percaya dan beriman kepada-Nya. Maka, ketika ada yang menerima dan ada yang menolak, konflik pun tak terhindarkan bahkan dalam keluarga. Jadi,
biarlah api itu menyala, dan jangan biarkan padam. Semoga demikian.
Pertanyaan refleksi:
1. Apakah api Roh Kudus sudah menyala dalam hidupku, atau masih redup karena kenyamanan dan kompromi? Apakah semangatmu untuk hidup dalam kebenaran dan kasih sudah menyala, atau masih tertahan oleh rasa takut dan zona nyaman.
2. Bagaimana aku merespons pemisahan yang terjadi karena imanku kepada Yesus? Apakah aku tetap setia meski harus berbeda dari orang-orang terdekat, atau justru memilih diam agar tidak menimbulkan konflik?
3. Apakah aku sungguh memilih Yesus secara bebas dan sadar, atau hanya ikut arus tanpa komitmen pribadi? Ingatlah bahwa Yesus tidak memaksa, tetapi mengundang. Apakah aku sudah menjawab undangan itu dengan hati yang terbuka?
Selamat berefleksi.






