Dua Tahun Kosong, Ansy Lema Soroti Kursi Wakil Bupati Ende

anggota DPR RI Ansy Lema
anggota DPR RI Ansy Lema

EXPONTT.COM – Kosongnya kursi Wakil Bupati Ende membuat Ansy Lema angkat bicara. Ansy Lema yang merupakan anggota DPR RI ini menegaskan pentingnya komunikasi politik yang harus dilakukan Partai Golkar untuk merangkul partai koalisi lainnya.

Hal ini disampaikan Ansy Lema melalui sebuah video yang diunggah di akun facebooknya, Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.Si, Selasa (3/3/2021).

Dilansir dari Pos-Kupang.com, Ansy Lema mengatakan kendati dirinya merupakan kader PDI Perjuangan namun tidak terlalu mengamati dinamika politik tentang kursi wakil bupati Ende.

“Karena ina kan menjadi kewenangan DPC PDI Perjuangan Kabupaten Ende dan mungkin juga fraksi PDIP Ende,” ucapnya.

DPC PDI Perjuangan Ende, lanjut Ansy Lema, melakukan koordinasi dengan DPD Provinsi NTT kemudian diteruskan ke Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan.

Baca juga: Konflik antar Nelayan di Lembata Terus Berlanjut, WALHI Soroti Pemprov NTT

Ansy juga menegaskan, pentingnya komunikasi politik yang harus dilakukan oleh partai Golkar untuk merangkul partai-partai koalisi lainnya.

Partai Golkar adalah pemimpin koalisi, maka harus berperan penting dan bersikap proaktif mengajak partai koalisi lainnya mendukung calon yang diusung partai Golkar.

Namun, Ansy menegaskan, sejak awal dirinya dan setidaknya seniornya, Herman Hery, punya sikap yang jelas, terkait siapa yang mengisi kursi wakil bupati Ende.

“Karena Almarhum Marsel Y.W Petu, merupakan kader partai Golkar, logisnya dan etisnya, yang mengisi kursi wakil bupati Ende yakni kader partai Golkar atau individu yang diusung partai Golkar. Sehingga moralitas dan etika itu terjaga,” tegasnya.

Jabatan wakil bupati penting dan strategis untuk membantu bupati sebagai kepala daerah, dalam urusan pembangunan, percepatan pembangunan, pelayanan publik dan pemberdayaan rakyat. “Karena itu jangan dibuat lama,” ungkapnya.

Ansy menyebut Bupati Djafar Achmad adalah kader PDI Perjuangan, demikian juga Fery Taso, ketua DPRD Ende. Menurutnya, kalau PDI Perjuangan menempatkan kadernya lagi sebagai wakil Bupati, maka orang Ende akan bilang kalian semua rakus sekali. “Ini tidak sehat untuk demokrasi,” ungkapnya.

Baca juga: Kabareskrim: Kasus Guru Laporkan Siswa dengan UU ITE di NTT Berakhir Damai

Ansy menjelaskan, demokrasi harus ada logika dan etika. Logikanya, yakni, kekuasaan tidak boleh berlama-lama lowong, karena ada tangung jawab untuk kerja pembangunan, pelayanan publik, perberdayaan masyarakat yang tidak bisa hanya dikerjakan oleh Bupati.

“Lalu yang kedua harus ada etikanya. Etikanya kan, ini yang orang bilang etisnya dalam berpolitik itu, kursi ini ditinggalkan oleh partai Golkar mestinya kader partai Golkar yang mendapatkan itu, siapapun dia,” ungkapnya.

Oleh karena itu, lanjut Ansy, PDI Perjuangan mestinya mendorong, mensuport calon yang diusulkan oleh Partai Golkar.

“Kenapa? Politik ini kan dua hal, how to get power, bagaimana mendapatkan kekuasaan, lewat Pilkada, pemilihan langsung dan sudah berdarah-darah. Dan partai pengusung utama ketika itu kan partai Golkar,” ungkapnya.

Menurutnya, jika saat ini terjadi permainan macam-macam dan demikian partai Golkar tidak mendapat kekuasaan, Ansy katakan, ada problem etika dalam berpolitik.

Dia tegaskan, jika hari ini Golkar sudah punya calon wakil Bupati Ende, maka posisi PDI Perjuangan harus mendukung calon partai Golkar.

Sebagaimana diketahui, kursi wakil bupati lowong sejak Djafar Achmad dilantik menjadi Bupati Ende oleh Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, Minggu, 8 September 2019. 

Djafar Achmad yang sebelumnya merupakan Wakil Bupati Ende, diangkat setelah Bupati Ende Marsel Petu meninggal dunia di Kupang, Minggu, 26 Mei 2019, hanya berselang 49 hari sejak mereka dilantik sebagai pasangan bupati – wakil bupati.

Marsel – Djafar, pada Pilkada Ende 2018 lalu, diusung tujuh partai politik (Parpol) yakni PDIP, Golkar, Demokrat, PKB, PKS, NasDem, dan PKPI.

*poskupang.com