Raja Amanuban TTS Tubil Berkuasa Dari Tahun 1870 Sampai Tahun 1910

EXPONTT.COM – Raja Tubil (Bil) Nope alias Hau Sufa Leu merupakan keturunan dari dinasti Raja Tuban Nope, beliau lahir pada tahun 1844 dan berkuasa di Kerajaan Amanuban selama 40 tahun (1870-1910). Raja Bil Nope sebenarnya pernah tunduk dan mengakui kekuasaan penjajah Belanda (1908) melalui penandatangan Perjanjian Pendek dengan penguasa penjajah.

Kala itu Timor sudah dalam penguasaan dan penjajahan kolonial Belanda, Dimasa itu kolonial Belanda menjajah Timor dengan tangan besi, rakyat diwajibkan membayar Pajak yang tinggi, rakyatpun dipaksa untuk bekerja Rodi membangun Jalan Raya untuk kelancaran kepentingan sang penjajah, yang lebih parahnya lagi rakyat miskin diwajibkan memberikan sebahagian hasil bumi milik mereka kepada penguasa Belanda.

Kerja Rodi di Jaman Kolonial Belanda

Kewajiban-kewajiban tersebut membuat rakyat Timor hidup semakin sengsara, dan kejadian yang sama seperti ini juga menyebabkan banyak gugatan secara hukum yang dilakukan tokoh-tokoh masyarakat kepada para Penguasa Belanda setempat, hal ini terjadi di Pulau Sabu, Pulau Sumba, Pulau Rote serta di Flores, dimana akhirnya oleh Pengadilan Hukum di Makassar banyak penguasa-penguasa Belanda setempat dicopot dan dipindahkan dari wilayah-wilayah tersebut. Tapi banyak juga daerah-daerah lain terpaksa melakukan Pemberontakkan terhadap kolonial Belanda setempat, hal inipun terjadi di Kerajaan Amanuban saat berkuasanya Raja Bil Nope, sang Raja sangat murka dengan kesewenang-wenangan dari Penguasa Kolonial Belanda di tempat itu dan atas dukungan dari rakyat Amanuban maka Raja Tubil Nope pun merencanakan untuk berperang melawan sang kolonial Belanda.

Sonaf (Istana) Raja Nope di Niki-Niki

Secara diam-diam sejak awal Raja Bil Nope sudah mempersiapkan sarana untuk menyelamatkan keluarganya, dia lalu memerintahkan untuk dibuat Lubang Perlindungan dengan ukuran 10×10 M2 pada kedalaman 16 meter di-tengah2 Sonaf (Istana) Raja di Niki-Niki TTS. Lubang Perlindungan tersebut dimaksudkan selain sebagai tempat persembunyian, juga sebagai Kuburan beliau dan Keluarga apabila dalam pertempuran tersebut tentara dari Raja Bil Nope mengalami kekalahan dan Sonaf direbut oleh tentara Belanda, Raja Bil Nope bertekad untuk tidak mau menyerah begitu saja, lebih baik Mati secara terhormat daripada hidup menjadi budak Belanda.

Ketika rakyat melaksanakan perintah raja untuk membuat lubang perlindungan ditengah-tengah istana Raja, hal ini mengundang kecurigaan dari Pemerintah Belanda setempat, karena setiap hari rakyat berkumpul dan sibuk sekali bekerja di alun-alun Sonaf Raja di Niki-Niki. Penguasa Belanda setempat minta berunding dengan raja Bil Nope namun ditolak mentah-mentah oleh sang raja. Belandapun lalu melakukan trick dengan menculik Permaisuri Raja yang bernama “ Bi Been Kase “, hal ini dilakukan oleh salah seorang Pengusaha cina asal Bima suruhan belanda yang bernama A Ken.

Kejadian penculikkan tersebut merupakan tamparan dan sangat merendahkan martabat daripada raja Tubil Nope, maka rajapun lalu menyatakan Perang terhadap penjajah belanda dengan Sonaf Raja di Niki-Niki sebagai Pusat Perlawanan. Raja Tubil Nope selain didukung oleh tentara kerajaan, juga didukung oleh beberapa Meo (Panglima Perang) antara lain : Tifa Beti, Oka Ita, Sofa Seran, Tipe Atutunis, Toto Falo, Molo Tuke, Molo Feloni, Manuel Minsael, dan Seo Banamtuan, juga sang raja mendapat dukungan penuh dari rakyat Amanuban semesta.

Genderang Perang ditabuhkan oleh sang Raja Tubil Nope, pertama-tama tangsi tentara Belanda di Oelpuah menjadi sasaran, tentara belanda di tangsi tersebut sangat terkejut dengan adanya penyerangan yang tiba-tiba dari rakyat dan tentara kerajaan sehingga menyebabkan kekacauan dan tentara belandapun kucar kacir dibuatnya, hal ini menimbulkan korban yang cukup besar dari pihak tentara belanda, banyak wanita dan anak-anak tangsi yang tewas serta tangsi pun dibakar saat itu. Melihat kejadian tersxebut Komandan Tentara Belanda Letnan Hoof mengambil keputusan untuk melakukan Penyerangan balik ke Sonaf Raja di Niki-Niki. Dalam penyerangan balik tentara Belanda tersebut, ternyata tentara Belanda pimpinan Letnan Hoof dapat dikalahkan oleh tentara Kerajaan dan dipukul mundur dari Niki-Niki, bahkan seorang Kopral dan seorang Sersan tentara Belanda berhasil ditewaskan. Letnan Hoof minta bantuan tambahan tentara dari Kapan dan Kupang. kemudian dilakukan penyerangan ulang secara besar-besaran ke kerajaan Amanuban sebagai pusat pemberontakkan, Kerajaan di kepung dari segala penjuru, pertumpahan darah dari kedua belah pihak pun tidak bisa dihindarkan, korban dari kedua belah pihak pun berguguran dalam pertempuran yang sengit tersebut, pihak rakyat dan tentara kerajaan unggul secara Kuantitas jumlah, tapi tentara Belanda unggul secara Kualitas Persenjataan. Pada akhirnya tentara Belanda yang datang dari Kupang dan Kapan mampu mengalahkan tentara kerajaan Amanuban setelah melalui pertempuran yang sengit, Sonaf atau Istana Kerajaan Amanuban pun dapat dikuasai oleh tentara Belanda, puluhan anggota tentara dan panglima kerajaan yang gugur/tewas dalam pertempuran tersebut, melihat hal tersebut Raja Nope memerintahkan pasukannya untuk mundur dari pertempuran.

 

Pemakaman Raja Nope

Hal tersebut dilakukan oleh karena demi menyelamatkan rakyatnya serta putra mahkota “Koko Nope“, sebelum tentara Belanda merebut dan menduduki Sonaf Raja Niki-Niki, Raja serta Permaisuri dan keluarga lainnya ‘masuk’ dalam Lubang Persembunyian, kemudian Sonaf Raja dibakar, Raja dan keluarganya gugur terpanggang api, Raja gugur secara Ksatria yang tidak rela tunduk kepada Belanda.

♦ sumber data dan foto dari ensiklopedia NTT serta belbagai sumber dari google/https://nickywritehistory.wordpress.com/