Direktur Program Imparsial, Al Araf mengatakan pendapat dua aktivis ICW Emerson Junto dan Adnan Topan Husodo terkait seleksi calon komisioner KPK bukanlah upya pencemaran nama baik seseorang.
“Apa yang dilakukan Emerson dan Adnan adalah bagian dari kontrol demokrasi ya, supaya dalam konteks pemilihan ketua KPK bisa lebih baik dan bebas korupsi,” ujarnya dalm sebuah diskusi di YLBHI Jakarta.
Pernyataan Araf tersebut didasarkn pada aduan pakar hukum pidana Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita terhadap dua aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan dan Emerson ke Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik pada Kamis 21 Mei 2015 lalu.
Akibat dari aduan itu, Bareskrim berencana memeriksa Emerson dan Adnan besok. Hal itulah, kata Araf, yang begitu mengganjal sistem demokrasi Indonesia serta kebebasan pers dan informasi.
“Bisa jadi tanpa mereka (Emerson dan Adnan) demokrasi akan bergeser, jadi sangat-sangat disayangkan jika partisipasi masyarakat dalam kontrol demokrasi justru dikriminalisasi,” lanjutnya.
Karenanya, Araf berharap Presiden Joko Widodo tegas meluruskan arah politik penegakan hukum di Indonesia. Hal itu untuk memastikan kebebasan pres dan informasi betul-betul terjamin.
“Jadi kalau dia menyadari itu harusnya Presiden turun tangan untuk kebaikan kehidupan demokrasi sendiri, saya rasa kalau akhirnya nanti Emerson dan Adnan akhirnya divonis bersalah itu adalah titik balik terburuk demokrasi di Indonesia,” terangnya.
Araf menambahkan Presiden harus mendesak Kapolri untuk menghentikan ksus tersebut dan melimpahkannya kepada dewan pers, karena kasus itu bukanlah kasus pidana, namun hanya sengketa jurnalistik.
“Selain itu saya minta Presiden dan DPR menghapus pasal pencemaran nama baik di KUHP, jangan semua hal sedikit-sedikit pidana, itu pasal karet yang sering dijadikan dasar memidanakan orang,” tandasnya.
(raw)