EXPONTT.COM, KUPANG – Patung Timor Rote Sabu (Tirosa) merupakan salah satu ikon kebanggaan masyarakat Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Patung yang lebih dikenal masyarakat Kupang dengan nama Patung Bundaran PU (Pekerjaan Umum) itu dibangun pada tahun 1984 di masa pemerintahan Bupati Kupang kedua saat itu, Yopi Korinus Moningka.
Menurut Micky Natun, ST., M.Si, Kepala Bidang SDA di Dinas PUPR Kota Kupang, pembangunan patung tersebut digagas Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) NTT saat itu, Thimotius Natun.
Baca juga: Lampaui Tunjangan Anggota DPRD NTT, Tunjangan Anggota DPRD Kota Kupang Diduga Langgar Aturan
Dirinya mendapatkan inspirasi dari Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Ali Sadikin saat berkunjung ke Jakarta.
Gubernur nyentrik itu menantang Tius Natun untuk bisa membuat satu bundaran yang mirip dengan Bundaran Hotel Indonesia yang ada di Jakarta.
Tantangan itu ternyata dijawab dengan pembangunan Bundaran PU.
Tius Natun melibatkan salah satu pematung terkenal NTT, Elias Ngefak untuk membuat patung yang mewakili tiga suku, diantaranya Timor, Rote dan Sabu.
Baca juga: Kasus Meninggalnya Roy Bolle, PMKRI dan BEM Nusantara Gelar Aksi Damai di Polresta Kupang Kota
Elias Ngefak juga yang nantiya membuat Patung Sobe Sonbai dan Patung Ina Boi.
Mendapatkan permintaan itu, Elias Ngefak bersedia membuat patung tersebut.
Awalnya, Thimotius meminta Elias Ngefak membuat patung dengan tiga tokoh terkenal NTT, yakni Elias Tari (El Tari), H.R Koroh dan Herman Johannes yang mewakili tiga suku dari sejumlah suku yang ada di NTT.
El Tari dipilih sebagai tokoh yang mewakili suku Sabu yang merupakan Gubernur NTT kedua.
Baca juga: Sidang Kasus Hotel Plago Capai Babak Akhir, Kuasa Hukum PT SIM Harap Keadilan
Kemudian Herman Johannes mewakili suku Rote. Herman Johannes merupakan ilmuwan fisika dan kimia yang pada masa pemerintahan Soekarno diminta untuk membangun laboratorium persenjataan bagi TNI pada tahun 1946.
Saudara dari Dr. W.Z. Johannes itu berhasil menciptakan berbagai mecam peledak di masa perjuangan pasca kemerdekaan Indonesia yang saat itu kekurangan persenjataan, mulai dari bom asap hingga granat tangan.
Sedangkan sosok yang mewakili suku Timor, menjadi perdebatan antara Thimotiusyang harus melawan ego seorang seniman Elias Ngefak.
Thimotius Natun meminta Ngefak untuk membuat patung H.R. Koroh yang merupakan sosok pahlawan NTT dari Timor. Namun permintaan itu ditolak sang seniman yang bersikeras ingin suku Timor diwakili oleh Thimotius Natun sebagai penggagas bundaran tersebut.
Pada akhirnya, saat peresmian oleh Bupati Kupang saat itu, Yopi Korinus Moningka, meski patung yang berdiri adalah sosok Thimotius Natun, El Tari dan Herman Johannes, namun tetap diperkenalkan sebagai sosok H.R. Koroh atas keinginan Tius Natun.
Patung Tirosa dibangun dengan dana swadaya sebesar Rp 50 juta.
Baca juga: Kedunguan Oknum Pengurus Ormas Di Negeri Toleransi Tertinggi
Thimotius Natun meninggal dunia pada 2010 lalu. Dirinya dikenang sebagai tokoh lingkungan hidup di NTT. Ia terkenal dengan prinsip hidupnya, “cintailah tanah, peganglah tanah dan ciumlah tanah,”
Setelah NTT menjadi provinsi pada tahun 1958, almarhum menjadi pegawai di Dinas Pekerjaan Umum (PU) NTT.
Dengan tekad dan niat yang tinggi, almarhum mencoba melakukan penghijaun pertama sepanjang jalan El Tari, mulai dsri depan kantor Gubernur NTT hingga Polda NTT.
Upaya itu ia lakukan pada tahun 1980 setelah mendapat izin dari Gubernur NTT, dr. Ben Mboi.♦gor
Baca juga: Laba bank NTT menurun di saat Penyaluran kredit meningkat