EXPONTT.COM, KUPANG – Ketua Satgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI), Dian Patria, meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang untuk membuat sistem penagihan pajak yang benar.
Hal tersebut disampaikan Dian Patria saat usai melakukan koordinasi pencegahan korupsi bersama Pemkot Kupang di Ruang Garuda, Kantor Wali Kota Kupang, Kamis 30 Mei 2024.
Dirinya menyebut sistem pembayaran pajak di Kota Kupang menyulitkan wajib pajak dan memiliki potensi besar terjadinya kebocoran pajak. “Kasian wajib pajak, bisa jadi karena (pemerintah) kota belum berbenah dan sangat perlu berbenah,” kata Dian.
Baca juga: Tata Kelola Pemkot Kupang Kalah dari Belu dan Mabar, KPK: “Harus Reformasi Total”
Untuk itu, Satgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK, meminta Pemerintah Kota Kupang menghentikan cara penagihan atau pembayaran pajak secara manual.
“Masukan kami, Kota Kupang berbenah, bikin sistem penagihan pajak yang benar, tidak lagi bayar pake manual. Harus cashless, mentransfer semua. Kami menduga cukup banyak kebocoran di pajak Kota Kupang,” tegasnya.
Dari temuan KPK, hingga tahun 2024, terdapat sekitar Rp.5 miliar pajak yang saat ini menunggak atau belum dibayar kepada Pemkot Kupang. “Pajak sama PBB (Pajak Bumi Bangunan) ada lebih dari Rp 5 miliar yang menunggak,” tambahnya.
Baca juga: Pemkot Kupang dan KPK RI Rakor Pencegahan Korupsi
Dirinya juga mengkritisi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Kupang yang belum melakukan kerja sama dengan Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kota Kupang terkait Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang memiliki potensi besar untuk pendapatan daerah Kota Kupang.
Pemkot Kupang juga disebut tak mengindahkan undangan pertemuan dari BPN terkait hal tersebut.
“BPHTB ini kan besar, ini kalau by system pasti pajaknya terfilter. Dua kali BPN ajak pertemuan tapi tidak pernah hadir (Pemkot Kupang). Ini ada kemauan atau ada apa dibalik ini? Ada moral hazard jangan-jangan,” jelasnya.
Dian juga mewanti-wanti Pemerintah Kota Kupang agar jangan sampai melakukan KKN dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Karena jika sampai tindak korupsi hati-hati, dalwarsa tindak pidana korupsi 18 tahun. Mungkin tidak dapat sekarang, tidak dapat tahun depan, tapi 18 tahun kemudian kita masih bisa pidanakan,” ujarnya.








