Siti Rofiah, Perempuan Baja dari Lembata

Siti Rofiah

Guratan-guratan di wajahnya menggambarkan usianya sudah mulai menua. Namun semangat hidupnya tak pernah pudar. Siti Rofiah atau biasa dipanggil Siti adalah salah satu aktivis perempuan Lembata sekaligus penggerak organisasi masyarakat: Kelompok Petani dan Nelayan Penjaga Abrasi Laut dan Darat (Klomppad).
Perempuan kelahiran Lembor, Manggarai Barat ini adalah pencinta lingkungan dan pelestari pangan lokal di Pulau Lembata. Lewat perjuangannya, lahan seluas lebih dari 2 hektar telah ditanami Mangrove demi menjaga Lembata agar tetap lestari sepanjang masa.
Suami dari Hadung Boleng ini adalah pencinta pangan lokal dan pelestari Mangrove di pulau yang terkenal miskin dan gersang ini. Tercatat 1.340 orang baik petani, nelayan, peternak dan pekebun tergabung dalam organisasi Klomppad. Mimpi Ibu Siti cukup sederhana yakni lingkungan alam Lembata tetap lestari dan masyarakat Lembata semakin sejahtera. Ibu Siti prihatin, kondisi alam Lembata yang gersang dan dililit kemiskinan akut harus segera ditanggulangi. Pasalnya kemiskinan itu pula tak jarang memaksa sebagian warga untuk merantau ke luar daerah sebagai TKI.
“Warga Lembata tidak harus pergi merantau. Mereka bisa hidup di atas tanah mereka sendiri,”ujar Siti membuka perbincangan kami siang itu, Selasa 30 Juni 2015 lalu.
Ibu dua anak ini sebelum mengikuti suaminya menetap di Lembata, ia adalah aktivis perempuan di Manggarai Barat. Separuh waktunya ia dedikasikan untuk mengorganisir masyarakat khususnya para petani sawah di Lembor. Ia menjabat sebagai Ketua Aliansi Petani Lembor (Apel) untuk beberapa periode sebelum ia pindah berkarya di Lembata.
Di Lembata, perjuangan ibu dua anak ini terbilang sulit. Bersama beberapa aktivis perempuan Lembata, ia berjalan dari kampung ke kampung untuk mengorganisir petani dan nelayan. Selain memberi motivasi kepada para petani dan nelayan agar bekerja keras dan mencintai pangan lokal, ia juga terlibat aktif membantu para korban trafficking.
Menurut Siti, daerah Lembata sangat rawan terhadap perdagangan manusia dan tertularnya berbagai penyakit masyarakat. Kemiskinan adalah salah satu faktor pemicu utama terjadinya berbagai praktek trafficking dan penyebaran HIV/AIDS selain itu juga memunculkan berbagai kasus sosial seperti penelantaran anak dan pengabaian terhadap hak-hak perempuan. Betapa tidak, kemiskinan telah mendorong banyak warga merantau ke luar daerah sebagai TKI baik bekerja di Indonesia maupun di luar negeri.
Akibat merantau, di kampung-kampung terdapat banyak perempuan menjanda dan banyak anak-anak terlantar atau kurang mendapatkan perhatian dari orang tua mereka. “Kalau saya ke kampung-kampung saya sedih melihat banyak perempuan desa menjadi janda dan banyak anak-anak yang tidak terurus karena laki-laki atau suami mereka banyak yang pergi merantau,” ujarnya.
Salah satu hasil panen kelompok nelayan dampingan Ibu Siti Rofiah
Selain terlibat dalam kegiatan kemanusiaan, Ibu Siti juga bergerak dibidang budidaya pangan lokal. Berbagai jenis tanaman pangan lokal seperti padi, jagung, ubi, yakni sorgum, kacang-kacangan dan beberapa pangan lokal lainnya ia budidayakan. Bersama beberapa kelompok petani, mereka berhasil membudidayakan pangan lokal Lembata. Siti tidak sendirian, guna mendukung program ketahanan pangan lokal di Lembata, ia bekerja sama dengan pemerintah Lembata. Lahan seluas lebih dari dua hektar digarap oleh kelompok petani untuk membudidayakan pangan lokal.
Selain pangan lokal, bersama perempuan nelayan Siti menggelar berbagai kegiatan pelatihan seperti pengolahan ikan dan pendidikan hukum kritis. Pelatihan dan pendidikan bagi kaum perempuan merupakan program yang seharusnya dilakukan agar kaum perempuan memiliki pengetahuan yang memadai tentang keterampilan mengolah sumber daya alam yang dimilikinya sekaligus membangun kesadaran terhadap hak-hak kaum perempuan. Karena bagaimanapun kaum perempuan sangat rentan dan sering menjadi korban ketidakadilan.
Ia menyebut dari jumlah orang yang tergabung dalam organisasi Klompplad maupun petani dan nelayan hampir 40% adalah para janda atau perempuan yang ditinggalkan suami karena pergi merantau ke luar daerah atau mereka yang bercerai. Bagi Siti, pemerintah harus mengetahui kondisi riil yang kini dihadapi oleh kaum perempuan Lembata. Kaum perempuan harus mendapatkan hak-haknya dan tidak terus menerus menjadi korban berbagai kebijakan yang tidak adil atau kebijakan yang merendahkan harkat dan martabat kaum perempuan.
Ibu Siti telah merintis jalan menuju kesejahteraan itu.Semoga dari ufuk timur Lembata, semakin banyak kaum perempuan yang menyuarakan aspirasinya, meskipun perjuangan itu tidak selamanya berhasil, tapi Siti Rofiah telah memulainya. Semoga.
♦ floreskita.com/Kornelis Rahalaka