Sebastian Salang: Pilkada NTT, Pertarungan Politik yang Menarik dan Seimbang, Dua dari Timor dan Dua dari Flores

KEHADIRAN Marianus Sae dan Victor Laiskodat sebagai calon gubernur NTT pada pilkada 2018 dinilai menjadi pertarungan politik yang menarik dan seksi.
Pengamat politik nasional Sebastian Salang menilai pilkada gubernur dan wakil gubernur NTT 2018 merupakan salah satu pertarungan politik yang beda dari sebelumnya. Selain karena ada figur perempuan yakni Emilia Nomleni yang berpasangan dengan Marianus Sae, juga Ada Victor Laiskodat. Sedangkan dua pasangan yang lain sudah beberapa kali ikut bertarung. Kedua calon ini memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Dari sisi komposisi calon, “Ini adalah pertarungan politik yang menarik dan seimbang,” kata Sebastian, dua dari Timor dan dua dari Flores” di Jakarta, Selasa (2/1/2018).
Menurut dia, kalkulasi politik siapa yang terkuat masih sebatas bacaan di atas kertas. Namun, berbagai strategy dan argumentasi untuk mengkampanyekan pasangan calon sudah mulai disajikan di berbagai media sosial. Marianus Sae, kata dia, adalah sosok fenomenal yang tampil beda dari kandidat lainnya. “Marianus Sae terlihat digemari anak-anak muda dan ibu-ibu,” sambungnya.
Ia menilai kehadiran Marianus Sae membuat banyak pihak untuk terlibat langsung dalam aktivitas politik.
“Kehadiran Marianus Sae dengan segala kontroversinya membuat pertarungan pilkada NTT cukup seksi untuk diikuti dan diperbincangkan. Sebelumnya banyak yang cuek tapi kali ini animo publik NTT untuk terlibat dan berpartisipasi dengan caranya masing masing,” ungkapnya.
Ia juga menceritakan bahwa dirinya belum pernah melihat secara langsung perkembangan kabupaten Ngada seperti yang diceritakan orang. Demikian juga prestasi Marianus Sae dalam memimpin kabupaten Ngada. Sejauh ini ia hanya mendengar cerita dan membaca melalui media.
Ia berharap agar Marianus Sae bisa menceritakan langsung ke seluruh masyarakat NTT tentang keberhasilannya memimpin kabupaten Ngada.
“Pak Marianus Sae bisa cerita lebih lengkap apa yang dikerjakan dan apa prestasinya. Demikian juga calon lain supaya kita layak dukung,” ungkapnya.
Menurut dia, cara sederhana untuk memilih pemimpin NTT adalah melihat prestasi figur setiap kandidat. “Setiap calon harus menunjukan prestasinya,” sambungnya.
Ia juga bersyukur karena pilkada NTT berlangsung usai pilkada DKI Jakarta. Sebab, kata dia, pilkada DKI Jakarta, telah melahirkan banyak dinamika dan menghasilkan pembelajaran kepada masyarakat untuk memilih kandidat yang cocok.
“NTT beruntung karena pilkada setelah Jakarta. Kita sudah punya model orang santun pandai pidato untuk menghipnotis orang tapi implementasi kosong. Mungkin dengan perbandingan ini, pandai pidato bisa saja tidak bisa bekerja. Itu keuntungan yang bisa kita dapat dari Pilkada Jakarta,” katanya.
Ia juga menyuarakan agar masyarakat NTT bisa memilih pemimpin secara cerdas. Bahkan ia menyerukan agar tak ada lagi politik identitas. Sebab, hal ini merupakan salah satu penyebab gagalnya NTT memperoleh pemimpin yang berjuang untuk bonum comunne (kesejahteraan bersama).
“Saatnya kita mulai membongkar pandangan sepert ini. Kita cari pemimpin yang tak pandang suku, agama, ras dan golongan, tapi kita memilih yang mau dan berkomitmen berjuang untuk kepentingan bersama,” pungkasnya. ♦ melanesiahotnews.com/