EXPONTT.COM, KUPANG – PT Pelindo Kupang digugat oleh empat orang mantan pegawainya. Gugatan Perdata Perbuatan Melawan Hukum yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri Kupang tersebut merupakan buntut dari jual beli rumah dinas pegawai PT Pelindo yang dilakukan pada tahun 1996 silam.
Tim Kuasa Hukum para penggugat, Jimmy Daud, S.H., menjelaskan, gugatan ini dilayangkan karena PT. Pelindo diduga telah melanggar Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991 tanggal 28 Januari 1991 yang ditujukan kepada Cabang Perumpel III Tenau Kupang (sekarang PT. Pelindo Kupang).
“Yang isinya sebagaimana pasal 10 ayat 4 menyebutkan bahwa rumah dinas yang dapat dijual kepada Pegawai/ Penghuni harus memenuhi syarat,” jelas Jimmy Daud saat konferensi pers, Jumat, 25 April 2025.
Dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut, terdapat tiga syarat agar Perumpel bisa menjual rumah dinas kepada pegawainya dengan syarat; 1) Rumah dinas dimiliki minimal 10 (sepuluh) tahun; 2) Masa kerja Pegawai/ Penghuni 10 (sepuluh) tahun; 3) Masa Penghunian oleh Pegawai/ penghuni 2 (dua) tahun.
“Atas dasar itu kemudian Pelindo mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Cabang Pelabuhan Tenau Kupang Nomor: UM.014/1/1/CKKPG-88 tentang Surat Izin Penempatan Rumah Dinas PERUMPEL Cabang Tenau Kupang dan klien kami sudah memenuhi semua persyaratan itu,” ujar Jimmy Daud.
Setelahnya, pada tahun 1995, PT. Pelindo mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 01/KPTS.AK.1.03/P.III-95 tentang Penetapan Harga Jual dan Prosedur Penjualan Rumah Dinas Lain-lain.
Atas dasar tersebut, para penggugat menyiapkan persyaratan untuk bisa melakukan jual beli rumah dinas yang telah mereka tempati. Transaksi disepakati dilakukan secara mencicil selama 10 bulan dengan total nilai kurang lebih Rp.7 juta untuk masing-masing unit rumah.
Pada tahun 1996 para penggugat dan PT Pelindo Kupang resmi melakukan jual-beli dengan menandatangi Akta Jual Beli tanah dan rumah dinas pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Heny Jumiali Tanoni.
Namun meski sudah menandatangani Akta Jual Beli hingga bertahun-tahun para Penggugat tak menerima sertifikat tanah tersebut.
Di tahun 2017, keempat penggugat malah ditunjukan akta sewa-menyewa oleh PT. Pelindo dan menyatakan rumah dinas tersebut merupakan milik PT. Pelindo sementra para penggugat sebagai pihak yang menyewa rumah tersebut dan akta itu dikerjakan oleh PPAT Heny Jumiali Tanoni yang juga menjadi Turut Tergugat dalam perkara ini.
“Klien kami sudah melengkapi seluruh administrasi, dan telah tinggal puluhan tahun. Tapi tiba-tiba muncul akta baru di 2017 yang bahkan tidak pernah dijelaskan secara rinci kepada mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum Penggugat, Matias Kayun, menambahkan, sebelum gugatan dilayangkan, Pelindo sempat melakukan pendekatan dan menawarkan relokasi atau ganti rugi. Namun tawaran itu tidak diterima para penggugat karena dinilai tidak masuk akal.
Salah satu tergugat, Halena Ndun, mengaku kecewa atas perlakuan Pelindo. Selain terpaksa meninggalkan rumah, ia juga merasa tertipu karena sebelumnya telah membeli rumah tersebut secara sah.
“Saya sangat kecewa. Dulu waktu ada akta jual beli tahun 1996 kami bersyukur sekali. Tapi setelah ada akta tahun 2017, kami merasa seperti dijebak. Tidak masuk akal, kami sudah beli tapi sekarang malah disuruh sewa,” ungkapnya.
Empat gugatan telah teregister di PN Kupang dengan nomor perkara 59, 60, 61, dan 62. Para penggugat yakni Siti Aminah, Yulius Heka, Rafael Taniwo, dan Yantje Velberg, didampingi kuasa hukum mereka, Jimmy S.N. Daud, SH, MH, Matias S.B. Kayun, SH, dan Dicky Ndun, S.H.
Melalui gugatan ini, Tim Kuasa Hukum meminta agar pengadilan mengembalikan hak kepemilikan atas rumah dan tanah kepada para penggugat. “Untuk fakta dan yang lebih lengkap akan kami buka dipersidangan,” tutup Matias Kayun.♦gor