Oleh : Plasidus Asis Deornay, SH
(Direktur Kajian Hukum dan Politik Lembaga Pemilih Indonesia Jakarta)
Di ranah politik berbagai kemungkinan bisa terjadi. Itu tergantung manuver, baik person politisi maupun partai. Itulah yang terjadi di tubuh PDIP saat ini. Banyak pengamat memprediksi bahwa PDIP akan menghadapi tantangan yang berat dari manuver politiknya dalam pilkada tahun 2018, khusus NTT.
Pemilihan Kepala Daerah di NTT akan digelar pada Juni 2018, kurang lebih setengah tahun lagi. Pemilihan Umum termasuk Pilkada merupakan sarana untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, dimana hasil Pilkada mencerminkan keinginan mayoritas rakyat di daerah pemilihan.
Namun sistem kepartaian yang cenderung transaksional dan pragmatisme dalam melakukan rekrutmen politik membuat proses seleksi calon gubernur dan bupati lebih merujuk pada kedekatan dengan ketua umum dan pemilik modal sebagai sponsor.
Sudah jauh-jauh hari publik NTT berspekulasi bahwa RAY FERNANDES, KRISTO BLASIN, BAHKAN DANIEL TAGU DEDO yang merupakan kader PDIP sendiri memiliki peluang besar untuk menjadi kandidat dari partai berlambang Moncong Putih ini. Namun fakta berkata lain, yang diputuskan Ketua Umum Megawati sebagai calon orang nomor satu NTT ini justru yang Non Kader atau pendatang baru bagi PDIP, yakni Marianus Sae (Kader PKB) Begitu juga halnya dengan calon bupati Manggarai Timur. Kita membaca di media, pasca penetapan paslon NTT 1 dan Bupati Manggarai Timur, satu per satu kader PDIP mengundurkan diri.
Tak dapat dicegah. Alasan Megawati memilih Marianus Sae (MS) menuai kritik banyak pihak. Ada yang menyebut Megawati merestui MS karena bisikan manis beberapa oknum saja dari PDIP, yang tertutup sifatnya. Rekomendasi arus bawah seperti dari DPD dan DPC diabaikan DPP. Bahkan ada hembusan nada curiga jangan-jangan penunjukan MS menjadi Cagub NTT pilihan PDIP ini bersifat transaksional.
UU No. 2 tahun 2008 mengenai Partai Politik sudah jelas mengamanatkan bahwa salah satu tujuan partai politik adalah memperjuangkan cita-cita partai dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Maka atas dasar tersebut partai politik memiliki fungsi sebagai lembaga yang melakukan pendidikan dan rekrutmen politik. Tidak pararelnya hubungan antara kaderisasi partai politik dan calon gubernur yang diusung memungkinkan partai pemenang Pilkada tidak mencerminkan realitas dan dinamika politik di pemilihan legislatif ataupun hasil pilpres pada periode tahun 2014. Alasan internal partai mungkin saja sebagai bagian dari strategi politik, namun publik lebih menilai kepada ketidaksiapan partai politik dalam melakukan kaderisasi kepemimpinan.
Dipilihnya calon gubernur yang bukan berasal dari kader bisa merusak kinerja mesin politik dan harmonisasi kepengurusan di masing-masing partai. Sehingga hasil pilgub NTT 2018 tidak akan mencerminkan realitas perolehan suara masing-masing partai pengusung di Pileg ataupun Pilpres 2019. Koalisi yang terbangun pun nantinya bersifat semu atau rapuh. Dalam teori Riker disebut Minimal Winning Coalitions (WMC) – koalisi yang lebih menitikberatkan kepada kekuasaan.
Walaupun terlalu dini untuk menyatakan siapa yang akan menjadi pemenang di Pilgub NTT 2018, namun faktor kandidat itu menjadi sangat vital dan menentukan. Melihat gejolak arus bawah dan internal partai PDIP beberapa hari setelah penetapan paslon ini, apakah PDIP perlu meninjau kembali keputusannya kalau mau serius untuk menang mulus di Pilgub NTT? Sebab disinyalir kandidat yang diusung oleh PDIP saat ini untuk NTT 1 diprediksi bakal menanggung beban berat dan mungkin berakhir dengan jalan kekalahan yang sama seperti yang dialami di pilgub DKI Jakarta baru-baru ini.
Tetapi ini sebuah pertanyaan yang tidak diharapkan PDIP lakukan, yang sudah memastikan pilihannya dan tak ada ruang untuk mundur. Satu hal yang pasti: “Alea jacta est”, ungkapan Bahasa Latin yang sering kita jumpai di komik Asterix. Memiliki arti bahwa “Keputusan (dalam kondisi sulit/berisiko tinggi) sudah dibuat dan tidak bisa dibatalkan/diulang, sekarang hasilnya tergantung pada nasib.” Satu kata untuk PDIP: Warning! Lonceng Kematian PDIP di NTT sudah berdentang, pertanda akan berakhir tragis jika tidak disiasati. ♦ web