EXPONTT.COM – Sidang putusan terdakwa Yustinus Tanaem alias Tinus Tanaem alias Tinus Perko ditunda.
Penundaan ini dilakukan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Oelamasi kelas II di Kabupaten Kupang.
Sidang putusan sedianya digelar hari ini Senin 24 Januari 2022 di Pengadilan Negeri Oelamasi dan terdakwa Tinus Tanaem hadir secara virtual dari rutan Kupang.
Dikutip dari pos-kupang.com, Hakim menyampaikan sidang ditunda hingga tanggal 31 Januari 2022 mendatang atau seminggu kedepan.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kupang dan Pengacara Hukum menyetujui pendudaan sidang yang dimaksud.
Sebelumnya diberitakan Tinus Tanaem sedianya akan menjalani sidang putusan hari ini, Senin 24 Januari 2022.
Baca juga: Seorang Mahasiwa di Kupang Tulis Surat Terbuka untuk Wali Kota Kupang, Ini Permintaannya
Sidang digelar di Pengadilan Negeri Oelamasi Kabupaten Kupang. Tinus Perko mengikuti sidang secara virtual dari rutan Kupang.
Tinus Perko merupakan terdakwa kasus persetubuhan dan pembunuhan terhadap dua gadis Kabupaten Kupang yang menghebohkan di tahun 2021 lalu. Sopir dump truk itu diringkus aparat kepolisian pada bulan Mei 2021 lalu.
Kasi Penkum Kejati NTT, Abdul Hakim dalam keterangan tertulisnya menyebut, Tinus telah melanggar pasal 340 KUHP dan Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan kedua Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Baca juga: Ketua TPDI: Polda NTT Diduga Lindungi Pelaku Lain, Randy Badjideh Bisa Diputus Bebas
Terdakwa Yustinus juga dituntut dengan pidana mati dikarenakan Tinus telah melakukan tindak pidana Pembunuhan berencana dan menghilangkan nyawa seorang anak dengan tipu muslihat merupakan tindakan kemanusiaan yang sangat keji.
“Kepala Kejaksaan Tinggi NTT tidak mentolelir tindakan terdakwa tersebut, sehingga menuntut dengan hukuman yang maksimal (mati),” kata Abdul. (*)