Opini  

Menghukum dia yang menyerukan kebenaran, sama dengan menghukum dirinya sendiri

Ini merupakan lanjutan dari tulisan saya sebelumnya di bawah judul “Kemalangan maupun kesenangan permanen itu ilusi.”

Oleh : Eddy Ngganggus

 

 

Pembungkam suara kebenaran akan “makan korban” diri sendiri (si pembungkam).
Hukuman terhadap ia yang menyerukan kebenaran tidak akan pernah sesuai harapan dari si penghukum karena kebenaran itu tidak bisa ditaklukan oleh hukuman.
Sakit akibat hukuman karena menyuarakan kebenaran tidak pernah sungguh mewujud menjadi realita permanen karena sejatinya kebenaran itu “tuan” sedangkan hukuman itu “hamba” dari kebenaran.

Menghukum itu mungkin jalan pintas menutup aib si penghukum , jangan keliru itu bukan jalan menutup aib tetapi itu jalan lain menikam dada sendiri.

Orang yang di koreksi kesalahannya sering kali keliru mengira dapat menutup aibnya dengan menghukum mereka yang menyuarakan kebenaran, padahal hukuman itu adalah pisau yang menancap ke uluhatinya sendiri.

Berusaha mencari pembenaran diri dari kritik itu hanyalah upaya memperpanjang siklus dan menunda hukuman balik, namun sama sekali tidak bisa meniadakan siklus dimana kebenaran itu melintas.

1.Menderita rasa sakit yang diperlukan saja.

Menghindari sakit itu mustahil, tetapi memilih jenis sakit yang diderita itu mungkin.
Jenis sakit karena membela kebenaran berbeda dari jenis sakit karena membungkam kebenaran. Satu yang sama bahwa baik membela maupun membungkam kebenaran akan membawa rasa sakit.

Jenis sakit karena membela kebenaran itu bisa dipilih. Diantara jenis sakit itu adalah ,”sakit kalau melihat orang lain sakit, sebaliknya sehat kalau melihat orang lain sehat”. Mengapa begitu ? Karena Kebenaran itu selalu menyembuhkan.

Sedangkan jenis sakit karena membungkam kebenaran itu tidak bisa dipilih. Diantara jenis sakit itu yang paling utama adalah ,”sakit kalau melihat orang lain sehat, lalu sehat kalau melihat orang lain sakit”.
Bercokol banyak kecemasan dalam hati. Baginya orang lain jadi ancaman.

Memilih jenis sakit yang diperlukan saja itu hanya bisa dilakukan oleh korban pembungkaman kebenaran karena korban pembungkaman itu umumnya orang normal.
2.Hanya orang normal saja yang bisa memilih rasa sakit.

Hanya orang normal saja yang bisa mengatur penderitaan dengan memilih jenis penderitaan mana yang paling diperlukan & mana yang tidak perlu .
Tidak demikian halnya pada si pembungkam kebenaran , ia bukanlah orang sehat tetapi ia orang sakit.
Inilah phsycology blocking atau hambatan psikologis yang diderita oleh mereka yang anti seruan kebenaran.

Berkembang dalam suasana ketiadaan kebenaran itu mustahil, jika itu ada maka bisa dipastikan itu hanya tampaknya saja, itu perkembangan semu, bukan perkembangan sejati.

Penderitaan karena membela kebenaran itu menjadi awal sebuah siklus keceriaan ,karena dari sana bakal ada bukaan baru untuk bagian yang baik dan indah. Orang mesti tunduk pada jenis penderitaan ini. Karena ini salah satu jenis penderitaan tertinggi.

Kebahagiaan abadi dapat mengimbangi penderitaan sesaat ini. Tetapi sayang kebahagiaan abadi di dunia itu tidak ada. Yang ada hanya kebahagiaan sementara. Kebahagiaan abadai di bumi itu bertentangan dengan konsep siklus susah senang (lihat tulisan saya di part 1). Karena itu mengkritik dan dikritik soal kebenaran tidak mesti berujung marah, dendam, saling menyerang, apalagi sampai menghukum pengkritik dengan hukuman maksimal.
Saat ada kritik , itu adalah saatnya melakukan opname stok P3K atau Pertolongan Pertama Pada Kesialahan.
Mengabaikan kritik itu sama dengan mendatangkan kesialan.

Kebenaran itu selalu menyembuhkan. Tidak ada luka permanen di dalam kebenaran.

Liliba ,Kupang 28 Januari 2025